Pelajaran yang menyenangkan bagi N. Syamsuddin Ch. Haesy (selanjutnya disebut saya) dari sopir pribadinya. Sopir pribadi saya itu, biasa saya panggil Bos. Iseng saja, saya tanya pada dia, setelah lebih lima tahun menjadi sopir pribadi saya, apa saja yang dia pahami tentang tugas utamanya. Kemudian Bos menjawab sangat-sangat simpel: “menunggu”. Bagi dia, ternyata pekerjaan utama sopir pribadi adalah menunggu. Aktivitas dia mengemudikan mobil, ternyata jauh lebih kecil dibandingkan dengan menunggu saya beraktivitas. Selama menunggu, banyak hal positif yang bisa dia lakukan. Mulai dari melakukan interaksi sosial dengan sesama sopir, membaca koran, membersihkan mobil bila tampak agak lusuh, sampai melakukan komunikasi seluler dengan isteri dan anaknya. Dia mengaku, pengetahuannya tentang banyak hal bertambah, sebagai akibat mengonsumsi beragam informasi dan menyeleksi kebenarannya berdasarkan keyakinannya. Dia juga merasa pemahamannya tentang beragam karakter manusia juga bertambah. Dengan begitu dia mempunyai banyak referensi untuk menjadi pembanding nilai dan kualitas hidupnya. “Naluri saya juga terlatih pak. Saya bisa cepat paham situasi dan suasana hidup bapak dari hari ke hari,” katanya. Artinya, Bos paham, kapan saya sedang rileks dan tanpa beban, kapan pula saya sedang berada dalam situasi understressed dan bahkan depresif. Dan, ini yang paling mengejutkan saya. Bos memahami, tugas para leader di seluruh profesi dan ragam tanggung jawab, ternyata hanya satu: memberi solusi !. Jadi, menurut Bos, rapat atau apapun aktivitas para leader, adalah memberi solusi. Mengambil keputusan-keputusan. Bos tersenyum, ketika saya katakan, saya dan dia sama-sama sopir. Yang membedakan saya dengan dia hanya fungsi dan ruang lingkup tanggung jawab atas tanggung jawab yang melekat antara sopir dan pemimpin.