Ketika Payudara Cuma Untuk Diremas #NoPorno

Discussion in 'General Lifestyle' started by Manjaydotnet, Aug 10, 2016.

Tags:
  1. Manjaydotnet

    Manjaydotnet Member

    Joined:
    Aug 7, 2016
    Messages:
    33
    Likes Received:
    2
    Trophy Points:
    8
    Warning, ini bukan pornografi atau pornoaksi! Baca dulu baru komen .

    [​IMG]

    Reaksi pertama saya (mungkin seperti banyak orang lain) adalah tertawa, saat pertama kali melihat wujud bungkus makanan ringan mi kering bernama “BIKINI” alias “BIhun keKINIan” dengan tagline “Remas aku <3” yang sedang heboh dibahas di dunia maya. Batin saya, orang Indonesia memang ada-ada saja.

    Awalnya, si “BIKINI” yang minta diremas membuat saya spontan tertawa. Tapi kemudian, ketika efek humornya memudar, dahi saya mulai mengernyit.

    Mungkin karena di masyarakat kita, joke bernuansa seksual seputar payudara adalah sesuatu yang sudah sangat biasa, jamak, wajar. Mulai dari masyarakat di perkampungan sampai kelas menengah yang bekerja kantoran.

    Kalau dipikir-pikir secara logis, sesungguhnya bingung juga apa yang lucu dari lelucon-lelucon itu. Kita tertawa karena sejak dulu sudah diajari secara sosial untuk menertawakannya. Seperti kita menertawakan lelucon tentang ukuran penis yang kecil, bokong yang besar, atau kepala yang botak.

    Pekan pertama bulan Agustus setiap tahun dicanangkan sebagai Pekan Air Susu Ibu (PASI) internasional, untuk mendukung kampanye ASI eksklusif. Terus terang, meski sudah dicanangkan sejak 1992, baru tahun ini saya mendengar dengungnya di Indonesia. Mungkin karena beberapa media daring mulai mengangkatnya, meskipun tetap tidak seheboh kabar-kabar sensasional yang lain. Respek saya untuk media-media tersebut.

    Bicara tentang ASI berarti bicara tentang payudara. Ada empat fungsi payudara yang bisa saya pikirkan. Pertama, sebagai organ tubuh yang berkembang akibat hormon seks perempuan, yakni estrogen. Sebagai organ ia tak beda dengan tangan atau liver – berkembang menurut spesifisitasnya sendiri, dengan potensi fungsionalnya sendiri. Kedua, sebagai penghasil ASI untuk menghidupi dan memberi makan bayi yang baru dilahirkan. Ketiga, sebagai organ seksual. Keempat, yang paling bias, sebagai obyek keindahan visual tubuh perempuan.

    Fungsi yang pertama dan yang kedua adalah fungsi biologis yang obyektif, sudah dari sananya. Fungsi yang ketiga, menurut saya fifty-fifty – sebagian obyektif, sebagian subyektif. Fungsi yang keempat seluruhnya bergantung pada “selera” yang subyektif, terutama selera publik di mana perempuan berada. Dan dalam subyektivitas inilah ruang untuk membentuk dan memelintir citra payudara terjadi.

    Di kampung-kampung, masih sering ditemui ibu-ibu yang tak segan untuk menyusui anaknya di ruang publik. Kalau memerhatikan gerakan mereka, kelihatannya alamiah sekali. Tak canggung-canggung. Sealamiah ASI yang diproduksi kelenjar susu (mammae gland) dalam payudara, sealamiah itulah gerakan ibu-ibu itu mengangkat atasan yang dikenakannya sekalian dengan bra, lalu menyodorkan puting susunya yang membesar pasca melahirkan kepada si bayi yang menangis.

    Di kota-kota, lain lagi ceritanya. Menyusui di ruang publik dianggap sebagai sesuatu yang tidak pantas. Orang-orang risih melihatnya. Maka dalam rangka mendukung kampanye ASI eksklusif, pemerintah pusat maupun daerahmenerbitkan peraturan yang antara lain mengatur ketersediaan fasilitas bagi ibu menyusui di ruang publik. Misalnya ruang khusus untuk menyusui atau memompa ASI di kantor-kantor dan fasilitas umum.

    Sementara fasilitas-fasilitas seperti itu belum terealisasi, insiatif dari masyarakat sudah lebih tanggap. Dalam rangka menghindarkan pandangan risih yang sering menimpa ibu-ibu yang harus mengeluarkan payudaranya untuk menyusui di ruang publik, para penjual yang kreatif mulai memasarkan produk berupa apron menyusui. Bentuknya kain lebar dengan motif-motif cantik yang diselempangkan di bahu, menutupi daerah payudara. Di baliknya, si bayi bisa dengan “aman” menyusu.

    Kembali ke “BIKINI” si makanan ringan. Seperti biasa, yang paling heboh dipermasalahkan oleh masyarakat kita adalah tentang kepornoan dalam segala hal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi daring yang keempat, lema “pornografi” diartikan sebagai:
    1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi, atau
    2. Bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi.
    Perkara desain bungkus “BIKINI” tergolong pornografi atau tidak, bisa saja diperdebatkan sepanjang Bengawan Solo. Kalau referensinya KBBI, sih, tidak, karena di sana jelas tertulis syarat “sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi”. Saya yakin produsen “BIKINI” memproduksinya untuk dimakan, bukan dipakai coli. Entahlah kalau yang dipakai syarat agama, “budaya ketimuran”, atau apa pun itu yang setiap saat selalu dikedepankan perkara tubuh perempuan.

    Yang jadi perhatian saya justru bukan pada gambar payudara yang tertutup bikini itu sendiri, melainkan tagline yang menyertainya. Maksud aslinya tentu saja pembeli disuruh meremas mi kering yang ada dalam kemasan sebelum dikonsumsi.

    Tapi memang sepertinya itulah tujuan utama dari desainer kemasan “BIKINI”: membuat orang ngeh, lalu mudah mengidentifikasi, penasaran, dan akhirnya membeli. Dan manusia adalah makhluk yang sangat gemar akan simbol. Dalam urusan dunia perdagangan dan industri makanan ringan ini, fungsi seksual dari payudara lagi-lagi menjadi simbol yang dikapitalisasi.

    Ada yang bilang, desainer “BIKINI” adalah orang-orang kreatif yang semestinya tidak dipenjara oleh para polisi moral yang paranoid pada tubuh perempuan. Bisa saja demikian. Masalahnya, kreativitas mereka hanya sampai level sekian. Tidak jauh beda dengan kampanye partai politik yang menggunakan penyanyi dangdut perempuan bergaya seksi sebagai magnet massa. Kreativitas yang kasar, kalau istilah “mengobyektivikasi” terlalu sulit dipahami.

    Pada akhirnya, biarpun sempat dahi ini berkerut-kerut termasuk saat mengerjakan tulisan ini, saya masih menganggap kehebohan “BIKINI” sebagai sesuatu yang layak ditertawakan. Lha, gimana, sih, Put. Katanya feminis. Kasus begini, kok, ditertawakan, bukannya dikecam?

    Segala sesuatu yang levelnya mentok, enaknya, ya, ditertawakan saja…. Toh?

    Sumber: ketika payudara cuma untuk diremas
     
    Last edited by a moderator: Aug 10, 2016
  2. imanjagoa

    imanjagoa Member

    Joined:
    Mar 29, 2016
    Messages:
    459
    Likes Received:
    45
    Trophy Points:
    28
    ini apaan,, kaya berita online aja setengah setengah :(
     
    Yusup febriansah likes this.
  3. Manjaydotnet

    Manjaydotnet Member

    Joined:
    Aug 7, 2016
    Messages:
    33
    Likes Received:
    2
    Trophy Points:
    8
    Maaf mas, kalau ndak berkenan abaikan saja.
     
  4. KangAndre

    KangAndre Member

    Joined:
    Jan 25, 2014
    Messages:
    10,253
    Likes Received:
    2,716
    Trophy Points:
    413
    Maaf juga mas. Barangkali sudah tahu perbedaan situs forum dan situs bookmarking. Wajar @imanjagoa atau yg lainnya protes karena tidak mendapat informasi lengkap di sini dan bagaimana jika akan berdiskusi?
     
  5. Manjaydotnet

    Manjaydotnet Member

    Joined:
    Aug 7, 2016
    Messages:
    33
    Likes Received:
    2
    Trophy Points:
    8
    Dengan senang hati dan terima kasih sudah ditegur, saya bagikan ini dan semoga bermanfaat :)
     
  6. KangAndre

    KangAndre Member

    Joined:
    Jan 25, 2014
    Messages:
    10,253
    Likes Received:
    2,716
    Trophy Points:
    413
    Tips dari saya yang juga sama-sama belajar. Cukup buat postingan ringkas (bukan pendek atau setengah-setengah) yang sekiranya mewakili dari judul. Jika orang yang membaca ingin tahu lebih banyak, akan membaca sumber. Dengan demikian, postingan di sini tidak duplikat dengan sumber (kalau paham seo tahu akibatnya), bisa memberi sedikit gambaran/informasi dasar kepada orang lain, dapat backlink dan sumber bisa dapat pengunjung. Dan yang terpenting tidak melanggar rules forum.

    Maaf out of topic - OOT
     
  7. Manjaydotnet

    Manjaydotnet Member

    Joined:
    Aug 7, 2016
    Messages:
    33
    Likes Received:
    2
    Trophy Points:
    8
    Ya mas ndak apa. Jadi dibuat ringkas ndak apa kan? Tadi saya sudah demikian, tapi ada beberapa yang protes.
    Kalau seperti ini kan sudah faham rutenya :)
     
  8. ys. herbi

    ys. herbi Well-Known Member

    Joined:
    Mar 6, 2016
    Messages:
    1,251
    Likes Received:
    190
    Trophy Points:
    63
    Google+:
    Ohh.. @Manjaydotnet perempuan yaa...o_O Saya sebenarnya tertarik dengan konten panjenengan mbakk... tapi, closingnya kurang yoii... :D

    O ya jeng, saran kalau mau bales komentar member lain coba manfaatkan +Quote... letaknya berdampingan dengan Like dan Reply di sebelah kanan bawah komentar yang ingin dikomentari....

    Nah untuk menampilkannya di komentar balasan ajeng....
    klik tulisan "Insert Quotes" di sebelah kiri deretan tombol post reply...

    Abis itu klik tulisan "Quote these messages" ->> ketikan balasan...-->> post reply...*keren2*
     
  9. Manjaydotnet

    Manjaydotnet Member

    Joined:
    Aug 7, 2016
    Messages:
    33
    Likes Received:
    2
    Trophy Points:
    8
Loading...

Share This Page