Bocah Tanpa Pusar eps 5

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 12, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    siap bertarung dengan makhluk jenis apa pun. Tangan
    keduanya selalu mengencang walau tidak mengepak
    kuat. Urat-uratnya menegang. Setiap langkah kakinya
    membentuk kuda-kuda yang tak mudah dirobohkan
    sewaktu-waktu.
    "Hi, hi, hi..."
    Terdengar suara tawa mengikik bagai suara peri.
    Suara itu datangnya dari salah satu dahan pohon.
    Maka segeralah kepala Kombang Hitam mendongak
    ke atas.
    "Jabang bayi..." gumamnya penuh geram. Ia menatap
    tak berkedip. Ia tak menyangka di atas sana ada
    seorang perempuan berambut panjang terurai.
    Wajah nya cantik dengan potongan tubuh yang
    membuat mata lelaki sukar berkedip. Perempuan itu
    mengenakan pakaian serba merah dengan jubah
    ungu muda. Ia menggendong Suto yang rupanya
    dalam keadaan pingsan karena pengaruh totokan
    jalan darahnya.
    Kombang Hitam segera berseru, "Ooo... rupanya kau
    yang menggangguku sejak tadi. Turunlah Kita
    selesaikan apa kemauanmu"
    "Dengan senang hati, Kombang Hitam. Hi hi hi..."
    Kombang Hitam mundur dua langkah ketika
    perempuan berjubah ungu itu melompat turun dari
    atas pohon. Gerakannya memutar bagaikan baling-
    baling lurus ke bawah. Jubah dan rambutnya pun
    mengembang, berputar mengikuti gerakan tubuh.
    Beberapa daun pohon menjadi runtuh. Rupanya
    kibasan rambut dan jubahnya mempunyai kekuatan
    tersendiri yang mampu meruntuhkan dedaunan, baik
    daun yang tua maupun yang baru tumbuh. Akibatnya,
    tubuh Kombang Hitam banyak ditimbuni dedaunan
    berukuran kecil-kecil. Kombang Hitam merasa kagum,
    namun juga merasa jengkel karena sibuk
    menghindari dedaunan, menepis-nepis daun yang
    mengotori rambut dan bagian tubuh lainnya.
    Jlig...
    Kaki perempuan itu menapak di tanah dengan
    mantap. Tak goyah sedikit pun. Ia tersenyum sambil
    menaburkan tawa cekikikan. Namun ia dibuat
    terperanjat melihat Suto telah sadar dan melompat
    turun dari gendongannya. Buru-buru perempuan itu
    meraih lengan Suto dan menahan agar anak itu tidak
    lari pergi.
    "Tetaplah di belakangku, Nak Kulindungi kau dari si
    rakus, Begal Utara itu"
    Suto menurut. Ia merasa dapat pelindung walau ia
    masih belum jelas apa yang baru saja dialami. Merasa
    seperti dirinya sedang terbang sekejap. Sementara itu,
    dalam hati perempuan berjubah ungu berkata, "Ada
    yang telah melepaskan totokanku pada Suto. Hmm...
    siapa orangnya? Apakah Kombang Hitam itu yang
    melepaskan totokanku dari jarak jauh? Kurasa tak
    mungkin. Hmmm... baik. Kutunggu saja orangnya.
    Pasti nanti akan muncul"
    Mata Kombang Hitam tidak bisa berkedip melihat
    kecantikan terpapar di depannya. Kemarahannya
    tertunda sejenak. Hatinya berdebar-debar indah.
    Senyumnya pun menampakkan senyum otak mesum.
    Tetapi, Kombang Hitam tetap waspada. Ia tahu
    perempuan itu berilmu tinggi, tak harus diremehkan.
    Dari gerakan turunnya tadi, Kombang Hitam sudah
    bisa merasakan hembusan tenaga dari dalam gerakan
    tersebut. Runtuhnya dedaunan pun bisa dijadikan
    bukti, dan membuat Kombang Hitam sempat memuji
    dalam hati.
    "Kenapa kau terbengong saja, Kombang Hitam?"
    "Kau tahu namaku, rupanya?"
    "Aku lebih tahu namamu daripada rupamu. Kau Ketua
    Begal Utara yang lebih banyak memperkosa daripada
    mengeruk harta. Benar, bukan?" perempuan itu
    tersenyum. Cantiknya bukan main.
    Kombang Hitam kian berdebar-debar. Biasanya, ia
    tidak bisa diam jika melihat perempuan mulus sedikit.
    Tak perlu cantik asal mulus dan menggairahkan,
    Kombang Hitam dan anak buahnya langsung
    menjadikan perempuan itu sebagai sarana pesta
    cinta. Tapi agaknya kali ini Kombang Hitam tidak
    boleh gegabah, tidak berani bertindak sembarangan.
    Bahkan tiap langkah nya pun diperhitungkan.
    "Siapa kau sebenarnya, Perempuan Cantik?"
    "Hi hi hi.... Namamu sudah cukup dikenal di rimba
    persilatan. Lucu sekali kalau kau sendiri tidak
    mengenaliku. Memang baru kali ini kita bertemu?"
    "Tepat sekali. Baru sekarang kita bertemu. Jadi,
    sebutkan siapa dirimu sebelum kemarahanku
    mencapai ubun-ubun lagi."
    Perempuan itu tertawa sinis, "Jangan coba-coba
    mengancamku, Kombang Hitam. Riwayatmu akan
    segera habis kalau tidak lekas-lekas meminta maaf
    padaku."
    "Mungkin harus kugunakan permintaan maaf dengan
    ciuman atau pelukan mesra. He he he..." Kemudian
    kedua kaki Kombang Hitam mulai merendah sedikit.
    Tangannya mengambil sikap siap menyerang. Tangan
    itu bergerak pelan dengan urat-urat mengencang,
    bertonjolan dari lengan sampai ke jari-jarinya.
    "Aku jadi penasaran mendengar nyalimu sebesar
    gunung itu, Sayang Tapi aku yakin ilmumu hanya
    sebesar upil"
    Perempuan itu tetap diam dengan kaki sedikit
    merenggang tegak. Dagunya sedikit terangkat
    menampakkan keangkuhannya. Matanya bergerak
    mengikuti langkah kaki Kombang Hitam yang mencari
    kesempatan baik untuk menyerang. Makin lama
    gerakan kakinya semakin dekat dengan perempuan
    itu. Sampai satu ketika ia berbalik bagai memutar
    tubuh, dan dengan cepat kaki kanannya menjejak ke
    belakang.
    "Hiaaat..."
    Tap... Tuk...
    Kaki itu ditangkis dengan tangan kiri oleh
    perempuan berjubah ungu, lalu tangan kanannya
    menyentil mata kaki Kombang Hitam. Seketika itu
    Kombang Hitam terjungkal sambil berteriak keras.
    "Waddoow..."
    Brukkk
    Tubuh Kombang Hitam berguling-guling di tanah.
    Selain tubuhnya seperti mendapat serudukan tiga
    ekor banteng, juga kakinya seperti dihantam dengan
    batang kayu yang amat keras. Sakitnya bukan main.
    Tetapi Kombang Hitam segera menarik napas untuk
    mengurangi rasa sakitnya. Kalau bukan Kombang
    Hitam, pasti mata kaki itu sudah pecah. Setidaknya
    akan memar membiru, atau bengkak.
    "Boleh juga mainanmu" geram Kombang Hitam masih
    penasaran. Ia bersiap menyerang kembali. Kali ini
    tangannya mengembang lebar dengan satu kaki
    terlipat ke depan, mirip seekor rajawali hendak
    menerjang lawannya. Perempuan itu masih diam tak
    bergerak. Namun ketika Kombang Hitam melancarkan
    pukulan jarak jauhnya yang tingkat menengah, tiba-
    tiba tubuhnya sendiri yang terpental ke belakang dan
    membentur batang pohon besar. Bukkk...
    "Hegghh..." Matanya mendelik, mulutnya ternganga.
    Untung saja pedangnya tidak patah akibat benturan
    kuat itu.
    Kulit pohon itu terkelupas dan sedikit koyak. Itu
    pertanda benturan tubuh Kombang Hitam begitu
    kerasnya, hingga membuat kulit pohon koyak. Untung
    saja Kombang Hitam mempunyai kekuatan yang
    cukup besar, sehingga tubuhnya tidak lecet dan
    tulangnya tidak ada yang patah.
    "Edan Tenaga dalamku dikembalikan begitu saja
    tanpa ada gerakan sedikit pun?" pikir Kombang Hitam
    dengan terheran-heran.
    Rupanya ia masih penasaran. Ia segera bangkit dan
    menggeram. Kini sekujur tubuhnya mengeras, hingga
    semua otot tubuhnya bagai bertonjolan lebih jelas
    lagi.
    Tangannya mengembang dengan kedua telapak
    tangan mengeraskan jemari, bagai cakar garuda yang
    kokoh.
    Wajah bengisnya pun semakin terlihat jelas. Amat
    menyeramkan bagi orang lain.
    "Terimalah 'Cakar Kumbang Mesra'-ku ini, Jahanam
    Hiaaat..." Kedua telapak tangan dengan jari-jari yang
    mengeras itu mulai mengepulkan asap. Ujung-ujung
    jarinya membara bagaikan besi terpanggang api. Jelas
    akan hangus jika benda apa pun yang tersentuh
    jemari
    'Cakar Kumbang Mesra' itu.
    Kombang Hitam menggerakkan tangannya dengan
    cepat dan kuat. Dihantamkan dulu pada batang pohon
    besar. Crak, crak, crak...
    Di balik pohon tempatnya bersembunyi, Suto
    membelalakkan mata melihat pohon yang terkena
    cakaran Kombang Hitam itu hangus di beberapa
    tempat. Membekas hitam dan masih mengepulkan
    asap.
    Memang di hati Suto ada perasaan ngeri, tapi hatinya
    berkata, "Hebat sekali ilmunya. Tapi suatu saat aku
    harus bisa menandingi ilmu seperti itu"
    Kombang Hitam menggeram, matanya tertuju pada
    perempuan tersebut. Lalu katanya, "Lihat pohon itul
    Tidakkah kau sayang pada tubuhmu yang mulus jika
    sampai terkena 'Cakar Kumbang Mesra'-ku ini, hah?"
    Perempuan itu hanya tersenyum tipis, lalu
    menjawab, "Gantilah namanya menjadi jurus 'Cakar
    Bebek'. Karena pohon itu tidak mengalami perubahan
    apa-apa."
    Fuih... Perempuan itu meniupkan napasnya dengan
    pelan. Tapi membuat rambut Kombang Hitam
    tersingkap ke belakang bagai dihembus angin
    kencang.
    Ia segera menatap ke arah pohon yang tadi habis
    dicakarnya tiga kali itu. Dan matanya menjadi
    terbelalak kaget, karena bekas hitam yang
    mengepulkan asap pada batang pohon itu sudah tidak
    ada. Lenyap sama sekali. Tanpa bekas sedikit pun.
    Keadaan pohon menjadi utuh seperti sediakala.
    Terperanjat lagi Kombang Hitam begitu mengetahui
    ujung-ujung jarinya yang tadi merah membara itu
    sekarang dalam keadaan padam. Bahkan
    mengandung bintik-bintik putih seperti busa. Setelah
    diperhatikan baik-baik, ternyata busa-busa salju.
    "Gila" sentak hati Kombang Hitam. "Dia bisa
    memadamkan bara panas dari ilmu 'Cakar Kumbang
    Mesra' ku? Bahkan bisa membuatnya menjadi dingin
    membeku. Setan mana perempuan ini sebenarnya?"
    Kombang Hitam masih membelalakkan mata dengan
    rasa heran dan kagum. Ia mengusap-usapkan
    jemarinya ke baju sambil memandang tajam pada
    perempuan berjubah ungu itu. Hati Kombang Hitam
    kembali berkata-kata.
    "Kalau kulanjutkan, matilah aku Perempuan ini
    ternyata berilmu tinggi. Dia bukan tandinganku.
    Pedangku pun tak akan mampu melawan"
    Mulai ciut nyali Kombang Hitam. Mulai gentar hatinya.
    Dan ia pun bertanya, "Siapa dirimu sebenarnya?"
    "Jadi, kau belum pernah berhadapan dengan Bidadari
    Jalang?"
    Terperanjat wajah Kombang Hitam seketika itu.
    Matanya melebar tegang, dan ia menggumam jelas.
    "Bidadari Jalang...?"
    "Itulah aku" jawab perempuan berjubah ungu.
    Tegas dalam senyum yang angkuh.
    Wajah keras dan bengis itu menjadi lunak. Mulai ada
    keraguan di wajah itu. Kombang Hitam mundur satu
    langkah begitu mengetahui perempuan cantik itu
    adalah Bidadari Jalang. Nama itu sangat dikenal di
    rimba persilatan. Bukan hanya dikenal banyak orang,
    melainkan menjadi tokoh yang disegani dan ditakuti
    oleh beberapa kalangan persilatan.
    "Pantas tenaga dalamnya begitu hebat, dan sentilan
    jarinya seberat itu," pikir Kombang Hitam saat itu, lalu
    pikirannya melayang pada kisah berdarah di Pantai
    Muara Tungkai. Ia hanya mendengar kisah itu, di
    mana Bidadari Jalang mengalahkan pendekar-
    pendekar dari dataran Tibet yang hendak memporak-
    porandakan tanah Jawa. Padahal tiga pendekar Tibet
    itu terkenal sakti dan berilmu tinggi-tinggi. Jika tiga
    pendekar Tibet saja bisa dikalahkan oleh Bidadari
    Jalang, apalagi dirinya sendiri?
    Berpikir juga Kombang Hitam ingin menghadapi
    Bidadari Jalang. Dia tahu, perempuan itu dikenal pula
    sebagai bidadari yang bisa kejam, bisa romantis. Dan
    kalau kekejamannya tiba, tak pernah mengenal kata
    ampun dan hidup. Pasti lawannya dibuat hancur tanpa
    bisa dimakamkan jenazahnya.
    "Kau sudah menjadi patung, Kombang Hitam?" sindir
    Bidadari Jalang. Kombang Hitam segera melepaskan
    diri dari renungannya.
    "Aku heran padamu, Bidadari Jalang. Aku tidak punya
    urusan denganmu, mengapa kamu mengusik urusan
    pribadiku?"
    "Bukankah kau ingin membunuh anak ini?"
    "Ya. Karena dia keturunan Ronggo Wiseso. Aku punya
    dendam pribadi dengan Ronggo Wiseso, dan harus
    membunuh anak itu"
    "Itu berarti kau punya urusan denganku."
    "Mengapa begitu, Bidadari Jalang?"
    "Karena aku menghendaki anak ini tetap hidup,"
    jawabnya dengan kalem. Senyum pun kembali
    mekar, manis namun angkuh.
    Bingung juga Ketua Begal Utara itu. Untuk merebut
    Suto jelas sesuatu yang tak mungkin. Bisa-bisa
    nyawanya melayang tanpa arah yang pasti. Untuk
    membujuk Bidadari Jalang, agak sulit juga
    menurutnya.
    Tapi ia tetap mencobanya dengan bujukan.
    "Apakah kau ada di pihak Ronggo Wiseso, Bidadari
    Jalang?"
    "Aku ada di pihakku sendiri."
    "Lalu, mengapa kau menghendaki anak itu tetap
    hidup?"
    "Itu urusanku. Apakah kau ingin merebutnya dari
    tanganku?"
    Kombang Hitam menarik napas. Tampak gelisah, ia
    pun berkata, "Jangan sampai kita saling bermusuhan,
    Bidadari Jalang. Terus terang saja, aku adalah salah
    satu pengagum kehebatanmu. Tak mungkin aku
    melawan orang yang kukagumi di seluruh rimba
    persilatan ini. Jadi, sebaiknya dengan rendah hati, aku
    meminta kepadamu agar Suto kau serahkan padaku.
    Biar impas dendamku kepada keluarga Ronggo
    Wiseso."
    "Aku keberatan," jawabnya bernada ketus.
    "Kuharap kau tidak berkata demikian, Bidadari Jalang."
    "Aku tidak bisa menyerahkan anak ini kepada siapa
    pun. Lupakanlah tentang anak ini. Anggap saja ia
    tidak lahir dari darah keturunan Ronggo Wiseso"
    "Tidak bisa, Bidadari Jalang. Aku harus membunuh
    anak itu."
    "Aku melindunginya. Mau apa kau sekarang?"
    tantang si cantik bermata indah itu.
    Hal itu membuat Kombang Hitam menjadi semakin
    lesu. Wajah bengisnya benar-benar surut bagaikan
    pelita kekurangan minyak. Sinar matanya yang
    semula berapi-api penuh nafsu membunuh, sekarang
    justru penuh ungkapan mengiba, mohon
    dibelaskasihani.
    Tetapi agaknya Bidadari Jalang tetap pada
    pendiriannya, untuk tidak menyerahkan Suto kepada
    Kombang Hitam.
    "Kurasa aku tak perlu menghabiskan waktu terlalu
    lama di sini," kata Bidadari Jalang.
    "Tunggu sebentar," sergah Kombang Hitam ketika
    Bidadari Jalang mau pergi membawa Suto. Ia buru-
    buru berbalik dan memandang dengan sorot mata
    yang tajam.
    "Mau apa lagi kau? Haruskah aku menghancurkan
    tubuhmu yang seperti badak itu?"
    "Hmmm... anu... tidak. Bukan begitu maksudku, tapi...."
    "Aku tidak punya waktu lagi."
    Bidadari Jalang berkata
    Serial Pendekar Mabuk 01. Bocah Tanpa Pusar
     
Loading...

Share This Page