Bocah Tanpa Pusar eps 6

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 13, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    kepada Suto yang sejak tadi berada di balik pohon,
    bersembunyi. "Bocah bagus, kemarilah. Kita pergi
    bersama ke rumahku. Mari, kemarilah...."
    Tiba-tiba tubuh Suto terangkat naik. Melayang-layang
    di udara, lalu bergerak cepat ke suatu arah.
    Bidadari Jalang terperanjat, demikian pula Kombang
    Hitam. Mereka tidak menyangka sama sekali kalau
    Suto mempunyai ilmu peringan tubuh yang begitu
    sempurnanya, sehingga bisa melayang terbang
    menjauhi Bidadari Jalang dan Kombang Hitam.
    "Edan Rupanya bocah itu punya ilmu juga?"
    gumam Kombang Hitam dengan terheran-heran.
    "Hiaaat..." Bidadari Jalang melompat dan bersalto di
    udara dua kali, lalu rambutnya berkelebat mengikat
    ke tubuh Suto, menjerat kuat sehingga anak itu
    tertarik ke tubuhnya. Lalu, Bidadari Jalang memeluk
    bocah itu.
    Kakinya kembali memijak tanah dalam keadaan
    memeluk Suto. Sementara itu, wajah Suto sendiri
    tampak terperangah dan terheran-heran dengan apa
    yang terjadi saat itu.
    Belum sempat Bidadari Jalang menarik napasnya tiba-
    tiba tubuh Suto meluncur naik, licin bagaikan belut
    dan kembali melayang di udara dalam keadaan
    bersalto tiga kali putaran.
    "Woaaaw..." teriak Suto kebingungan karena merasa
    terbang tak tentu arah.
    Tappp...
    Tubuh bocah itu jatuh dalam pelukan lelaki tua.
    Rasa heran Kombang Hitam belum habis saat melihat
    tubuh Suto melayang lepas dari pelukan Bidadari
    Jalang. Sekarang keheranannya kembali bertambah
    begitu melihat kemunculan lelaki berambut putih
    dengan jubah kuning. Mata Kombang Hitam kian
    terbelalak, karena ia tahu siapa kakek tua bertongkat
    kayu hitam itu.
    "Si Gila Tuak..:?" sebut Kombang Hitam tak sadar.
    Kakek itu tersenyum tawar. Kombang Hitam
    melangkah mundur lagi.
    Buat Kombang Hitam, kemunculan si Gila Tuak
    memang menggetarkan hati, sebab ia tahu siapa Gila
    Tuak. Tokoh terkuat di pihak golongan putih, yang
    sudah tujuh tahun tidak menampakkan diri di rimba
    persilatan. Kombang Hitam pernah melihat sendiri
    pertarungan Gila Tuak dan Penguasa Tanah Neraka
    yang bergelar Malaikat Tanpa Nyawa. Pada waktu itu,
    Malaikat Tanpa Nyawa nyaris menguasai rimba
    persilatan di separo tanah Jawa sebelah timur. Tapi
    tokoh dari golongan hitam itu akhirnya tumbang di
    ujung tongkat si Gila Tuak. Sedangkan Malaikat Tanpa
    Nyawa itu adalah Ketua Rampok Wetan, di mana dulu
    Kombang Hitam pernah menjadi anak buahnya.
    Namun kehadiran si Gila Tuak tidak terlalu
    membuat Bidadari Jalang terheran-heran seperti
    Kombang Hitam. Bidadari Jalang hanya tersenyum
    sinis dan berkata, "Kali ini kau muncul lagi, Gila Tuak
    Dan kali ini kau mencampuri urusanku lagi."
    "Nyai Nawang Tresni," panggil si Gila Tuak menyebut
    nama asli Bidadari Jalang, "Jangan sangka hanya
    kamu yang membutuhkan anak ini, tapi aku pun
    membutuhkannya."
    "O, begitu?" kata Nyai Nawang Tresni alias Bidadari
    Jalang, ia cukup tenang dan kalem. Kombang Hitam
    semakin waswas. Ketika si Gila Tuak berkata,
    "Rupanya kau punya murid baru, ya?" sambil melirik
    Kombang Hitam, lelaki yang dilirik itu menjadi
    semakin berdebar-debar. Ia buru-buru menyela
    perkataan.
    "Maaf, Gila Tuak... aku bukan murid Bidadari Jalang.
    Hmm... sebenarnya anak itu adalah bagianku.
    Tapi, kalau kau menghendaki, silakan ambil. Aku
    mohon diri dari hadapan kalian"
    Tanpa mengulang kata-katanya lagi, Kombang
    Hitam segera kabur. Melompat ke semak belukar
    menghilang dengan kecepatan tinggi. Agaknya
    Kumbang Hitam tak mau ambil risiko lebih parah lagi.
    Bertemu dengan dua tokoh sakti itu, sama saja
    bertemu dengan liang kubur. Kombang Hitam lebih
    memilih mengalah, membiarkan bocah ingusan itu
    menjadi bahan rebutan mereka.
    Tetapi dalam hati Kombang Hitam sempat
    bertanya-tanya, mengapa kedua tokoh kondang yang
    banyak ditakuti lawan itu memperebutkan keturunan
    Ronggo Wiseso? Apa kehebatan Suto sehingga
    diperebutkan oleh kedua tokoh utama itu? Dan jika
    terjadi pertarungan antara Bidadari Jalang dengan si
    Gila Tuak, mana yang lebih unggul? Mampukan si Gila
    Tuak menumbangkan perempuan berilmu sangat
    tinggi itu, atau sebaliknya?
    *
    * *
    5
    BIDADARI Jalang, yang mempunyai nama asli Nyai
    Nawang Tresni itu, hanya berdiri memandang dengan
    kedua tangan terlipat di dada. Tangan itu yang
    membuat dada montok Bidadari Jalang jadi tertutup.
    Ia menampakkan sikap tenangnya, namun berusaha
    mencari cara untuk merebut Suto dari pelukan si Gila
    Tuak.
    "Kali ini kau kelewatan, Gila Tuak. Kau memancing
    kemarahanku dan memaksa diriku tega kepadamu."
    "Jangan menabur bunga di ujung duri, taburkan bunga
    di atas kain, Nawang Tresni. Jangan berpikir
    kepentingan diri sendiri, pikirkan pula kepentingan
    orang lain."
    Sungging senyum kesinisan mekar di sudut bibir yang
    menggairahkan setiap lelaki itu. Bidadari Jalang pun
    berkata, "Aku tak butuh nasihatmu, Gila Tuak Aku
    hanya butuh bocah tanpa pusar itu Serahkanlah
    padaku, jangan membuat aku memaksa raga tuamu"
    "Aku juga membutuhkan bocah tanpa pusar ini,
    Nawang Tresni. Sudah cukup banyak usiaku. Sudah
    bosan aku hidup di bumi. Aku sudah ingin mati. Tapi
    kau tahu sendiri, aku belum punya murid yang
    menjadi pewaris ilmu-ilmuku. Dan hanya pada
    seorang murid yang tidak mempunyai pusar, ilmu itu
    bisa kuturunkan.
    Setelah itu baru aku akan bisa menutup mata dengan
    tenang."
    "Persetan dengan kepentinganmu itu" geram Bidadari
    Jalang. Kemudian kaki kanan perempuan yang
    menggeram itu dihentakkan ke tanah satu kali.
    Jluuk...
    Wuuss...
    Tubuh Suto mencelat ke atas, melayang ke arah
    Bidadari Jalang. Bagaikan tersentak tiba-tiba dari
    pelukan Gila Tuak. Tubuh itu diterima oleh satu tangan
    Bidadari Jalang. Pleek... Langsung ada dalam
    gendongannya, posisinya tepat seperti anak duduk
    digendongan seorang ibu.
    Napas Suto terengah-engah. Ia sendiri kaget dengan
    peristiwa melayangnya tubuhnya tadi. Ia menjadi
    ketakutan. Pegangannya pada pundak Bidadari Jalang
    diperkuat.
    "Setan betina" umpat Gila Tuak. Baru saja Gila Tuak
    ingin bergerak, tiba-tiba tubuh Bidadari Jalang telah
    melesat ke pucuk sebuah tanaman peredu.
    Kakinya tak membuat tanaman yang dipijaknya
    bergerak sedikit pun. Bahkan ketika ia melenting
    tinggi, tanaman itu hanya bergerak sedikit, sebagai
    alas untuk menjejakkan ujung jempol kakinya, dan
    tubuh yang menggendong Suto itu sudah berada di
    atas sebuah pohon berdahan kekar.
    "Woaaaow..." Suto buru-buru memejamkan matanya
    setelah menyadari berada di sebuah
    ketinggian dan melihat kakek berambut putih itu
    menjadi kecil.
    "Jangan lari, kau, Nawang" seru si Gila Tuak.
    Tubuhnya segera berkelebat bagaikan angin.
    Menghilang di balik semak belukar. Bidadari Jalang
    pun melompat dengan cepat bagaikan kilat, dari
    dahan yang satu, pindah ke dahan yang lain.
    Sementara Suto tetap diajak terbang ke sana sini
    tanpa tahu arah tujuannya.
    Ranting dan dahan berguncang semuanya. Sebagian
    daun banyak yang rontok sebelum menua. Itu jelas
    akibat gerakan bertenaga dalam tinggi dari Bidadari
    Jalang. Satu pohon yang dihinggapinya, sepuluh pohon
    lainnya ikut runtuh daunnya.
    "Wooaaw... wooaaw...," teriak Suto ngeri-ngeri girang.
    Suara Suto bagai berkumandang ke mana-mana.
    Karena kecepatan gerakan Bidadari Jalang dalam
    membawanya lari membuat Suto bagai melayang
    dengan suara yang tertinggal. Suara teriakan Suto
    berada di pohon pertama, tapi sebenarnya ia sudah
    berada di pohon ketiga. Begitulah seterusnya, dan hal
    itu dimanfaatkan oleh si Gila Tuak. Ia mengejar lewat
    bawah.
    Gerakannya tak bisa dilihat mata. Namun sebagai
    tanda daerah yang dilewatinya, daun dan kulit pohon
    disekitar situ menjadi kering bagai habis terbakar.
    Bahkan sebagian masih ada yang berasap dan
    hangat.
    JaIur pelarian Gila Tuak membentuk garis hitam
    berliku-liku jika diteropong dari ketinggian tertentu.
    Pelarian Bidadari Jalang tiba di puncak bukit berbatu-
    batu hitam. Ia berhenti sebentar karena harus
    membujuk Suto. Sebab dalam pelariannya tadi,
    Bidadari Jalang telah berusaha menotok jalan darah
    Suto agar berhenti berteriak dan pingsan, sehingga
    tidak berisik suaranya. Namun, anak itu justru
    menjerit makin keras jika terkena totokan jari
    Bidadari Jalang.
    Rupanya anak itu sudah tak mempan totokan lagi.
    Dan Bidadari Jalang tahu, semua itu adalah ulah si Gila
    Tuak, yang tadi waktu ada Kombang Hitam telah
    melepaskan totokan pada diri Suto. Kini justru Gila
    Tuak telah berhasil menyalurkan hawa dinginnya
    pada tubuh dan darah bocah tanpa pusar itu, sehingga
    kebal totokan siapa pun. Itulah sebabnya Bidadari
    Jalang perlu membujuk Suto.
    Namun, begitu ia mendaratkan kakinya di
    permukaan batu besar, tiba-tiba di salah satu batu
    sebelahnya telah berdiri si Gila Tuak dengan senyum
    di mulutnya. Tongkatnya tergenggam di tangan kanan
    dengan ujung tongkat diletakkan di samping kaki.
    Sosok tegapnya masih terlihat walau ia berdiri
    memunggungi matahari senja. Bayangan sosok Gila
    Tuak membuat hati Bidadari Jalang sedikit terperanjat.
    Tak sangka Gila Tuak sudah lebih cepat sampai
    ketimbang dirinya.
    "Hebat juga kau, Gila Tuak" gumam Bidadari Jalang.
    "Tapi kau tak akan bisa merebut anak ini"
    "Jangan salahkan aku jika terpaksa menurunkan
    tangan keras padamu, Bidadari Jalang"
    "Kalau kau mampu, lakukanlah" tantang perempuan
    itu dengan senyum manis yang menggoda setiap
    lelaki. Hanya Gila Tuak yang tidak tergoda oleh
    senyuman birahi Bidadari Jalang.
    Padahal, 'Senyuman Iblis' adalah salah satu ilmu yang
    sering digunakan oleh Bidadari Jalang untuk
    mengalahkan lawannya, Biasanya, senyuman itu
    mampu membuat lawannya reda dari kemarahan,
    reda dari nafsu membunuhnya, dan justru menjadi
    kasmaran kepadanya. Lawan, bisa dibuatnya pasrah
    tak berdaya karena merasa dibuat nikmat dengan
    memandang senyuman iblis itu.
    Tapi rupanya si Gila Tuak sudah memperkirakan akan
    digunakannya ilmu 'Senyuman Iblis' yang mempunyai
    pengaruh maut untuk jiwanya, sebab itu ia telah
    menutup jiwanya sehingga tidak pernah punya rasa
    tertarik dengan senyuman siapa saja.
    "Nawang, kenapa kau bersikeras mendapatkan bocah
    tanpa pusar itu? Apa keperluanmu terhadapnya?"
    "Aku butuh obat. Aku butuh mengembalikan beberapa
    ilmuku yang hilang terhisap kekuatan Tiga Pendekar
    Tibet dulu. Di dalam tubuhku sejak pertarungan
    dengan Tiga Pendekar Tibet itu, telah mengidap racun
    berbahaya, namanya Racun Birahi.
    Racun ini akan mengikis habis kekuatanku sedikit
    demi sedikit jika aku sedang kasmaran dengan
    seorang pria.
    Racun Birahi ini akan menjadi tawar jika aku sering
    mendapat hawa murni dari lelaki yang tidak
    mempunyai pusar. Dan, sudah sekian lama aku
    mencarinya, tapi tak pernah kutemukan lelaki tanpa
    pusar. Maka ketika kulihat bocah ini tanpa pusar, aku
    segera merebutnya dari tangan Kombang Hitam.
    Bocah inilah satu-satunya jalan untuk membuat
    kekuatanku pulih kembali dan racun menjadi tawar."
    "Dasar Jalang Dia masih bocah Masih ingusan dan
    belum bisa mengeluarkan hawa murni" sentak Gila
    Tuak.
    "Aku akan mendidiknya. Aku akan menjadi gurunya
    termasuk guru cinta. Hi hi hi...."
    "Guru sesat" geram si Gila Tuak lagi. "Jangan kau
    racuni masa depan anak itu dengan persoalan cinta
    birahimu, Bidadari Jalang Biarkan dia menerima ilmu-
    ilmuku supaya aku bisa meninggalkan dunia ini
    dengan tenang, entah di tangan siapa saja"
    "Hi hi hi..., kamu pikir enak, ya, punya ilmu yang bisa
    membuat umur panjang? Hi hi hi... rasakan susahnya
    orang yang jenuh hidup dalam ketuaan Masih
    mending aku, awet hidup tapi masih tetap muda.
    Tidak sepeot kamu. Hi hi hi..."
    "Setan Kalau kau tidak mempunyai ramuan awet
    muda dan ilmu kecantikan abadi, kau juga akan setua
    aku, Bidadari Jalang. Aku tahu, umurmu sebaya
    dengan umurku"
    "Tentu saja Tapi kita beda guru walau saat diangkat
    murid kita sama-sama berusia imbang. Aku mewarisi
    ilmu Kecantikan Abadi dari Eyang Guru Nini Galih,
    sedangkan kau mewarisi ilmu Usia Panjang dari
    suaminya, yaitu Eyang Purbapati. Dan ternyata akulah
    yang lebih unggul. Walau aku bisa mati kapan saja,
    tapi kecantikanku tidak tersiksa raga tua renta seperti
    kamu. Hi hi hi... untuk apa mempunyai umur panjang
    kalau raga kita makin lama semakin keropos, Gila
    Tuak?"
    "Sudah. Cukup Jangan mengingat-ingat masa lalu.
    Jangan mengungkit Eyang-eyang guru kita masing-
    masing. Persoalan kita adalah Suto"
    "Rebutlah kalau kau merasa mampu"
    "Hiaah..." si Gila Tuak melompat sambil mengarahkan
    tongkatnya ke tubuh Bidadari Jalang.
    Namun, begitu melihat tubuh Bidadari Jalang
    melayang, Bidadari Jalang pun melompat jauh ke
    kanan. Sodokan tongkat itu membentur batu yang
    semula ada di belakang Bidadari Jalang. Batu itu pun
    segera retak terbagi beberapa bagian, bagaikan
    dihantam palu godam yang sangat besar.
    Menyadari kekuatannya telah berkurang sejak ia
    terkena Racun Birahi, maka perempuan itu segera
    melarikan diri. Ia sedikit cemas menghadapi Gila Tuak
    dalam keadaan kurang kekuatan. Siapa tahu si Gila
    Tuak itu sudah berhasil menemukan jurus-jurus baru
    dalam padepokannya sejak ia menghilang dari rimba
    persilatan selama tujuh tahun. Bisa-bisa jurus dan ilmu
    barunya Gila Tuak membuat hancur seluruh kekuatan
    Bidadari Jalang yang tersisa itu.
    Melarikan diri adalah hal terbaik. Menghindari
    pertarungan dengan Gila Tuak, untuk saat ini adalah
    langkah yang tepat. Tapi Gila Tuak sendiri tidak mau
    melepaskan Bidadari Jalang begitu saja. Ia pun segera
    mengejarnya. Mereka menuruni bukit dengan
    kecepatan tinggi. Suara jeritan Suto yang dibawa lari
    secepat itu, membuat jejak tersendiri bagi Gila Tuak.
    "Nawang Berhenti kau Hadapi aku" teriak Gila Tuak,
    yang kemudian ia sendiri berhenti dari larinya.
    Matanya menyipit memandang kilasan angin
    Serial Pendekar Mabuk 01. Bocah Tanpa Pusar
     
Loading...

Share This Page