Boneka Hidup Beraksi III - 1

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 10, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    1
    TANGGA ke loteng rumahku terjal dan sempit.
    Anak tangga yang kelima bergoyang-goyang kalau
    kita berdiri di atasnya, sedangkan semua anak
    tangga lainnya berderak-derak kalau diinjak.
    Seluruh rumahku berderak-derak. Maklum, rumah
    tua. Rumahnya memang besar tapi sayangnya
    kurang terawat. Mom dan Dad tidak punya uang
    untuk memperbaikinya.
    Trina cepat, dong! bisik adikku, Dan. Ucapannya
    bergema di ruang tangga yang sempit. Adikku
    berumur sepuluh tahun, dan sikapnya tak pernah
    santai, selalu terburu-buru.
    Adikku bertubuh pendek dan sangat kurus.
    Menurutku sih, tampangnya seperti tikus.
    Rambutnya cokelat pendek, matanya gelap, dan
    dagunya lancip. Ia selalu tergesa-gesa, persis tikus
    yang sedang mencari tempat sembunyi.
    Kadang-kadang aku memanggilnya si Tikus. Itu
    julukan yang kuberikan padanya. Ia paling sebal
    kalau dipanggil begitu. Jadi, kalau aku mau
    membuatnya keki, kupanggil Ia Tikus .
    Dan dan aku sama sekali tidak seperti kakak adik.
    Aku bertubuh jangkung, berambut merah keriting,
    dan bermata hijau. Aku agak gendut, tapi Mom
    selalu bilang aku tidak perlu kuatir. Katanya aku
    bakal langsing kalau sudah berusia tiga belas tahun,
    yaitu pada bulan Agustus nanti.
    Pokoknya, takkan ada orang yang memanggilku si
    Tikus. Salah satu sebabnya, aku jauh lebih berani
    daripada Dan.
    Naik ke loteng rumahku memang membutuhkan
    keberanian. Bukan karena tangganya yang
    berderak-derak. Bukan karena angin yang menderu-
    deru di jendela. Bukan pula karena cahaya yang
    remang-remang. Atau bayangan-bayangan yang
    seakan-akan hendak menerkam setiap orang yang
    nekat naik ke situ. Atau langit-langitnya yang
    rendah.
    Kita memang butuh keberanian karena di situ ada
    lusinan mata yang menatap dari balik kegelapan.
    Ya, lusinan mata yang tak pernah berkedip.
    Lusinan mata yang menatap di tengah keheningan.
    Adikku lebih dulu sampai di atas. Aku
    mendengarnya berjalan beberapa langkah melintasi
    lantai kayu yang berderak-derak. Kemudian ia
    berhenti.
    Aku tahu kenapa ia berhenti. Ia sedang menatap
    semua mata, semua wajah yang meringis di
    hadapannya.
    Aku menghampirinya dari belakang sambil
    mengendap-endap. Aku membungkuk mendekati
    telinganya. Lalu aku berseru Buu!
    Ia sama sekali tidak kaget.
    Trina, kau sama lucunya dengan lap basah,
    katanya sambil mendorongku.
    "Lho, lap basah kan memang lucu, sahutku. Aku
    memang paling senang menggodanya.
    Sudahlah, jangan macam-macam.
    Aku cuma satu macam, kok.
    Aku tahu kedengararmya konyol. Tapi begitulah
    cara kami bercanda.
    Kata Dad, kegemaran kami bergurau warisan
    darinya. Tapi menurutku ia keliru.
    Dad punya toko kamera. Tapi sebelumnya ia
    mencari nafkah sebagai ventriloquist. Itu lho, orang
    yang bisa bersuara dari perut. Ia biasa tampil
    bersama bonekanya.
    Danny O Dell & Wilbur.
    Itu nama acaranya. Jangan salah, yang bernama
    Wilbur adalah bonekanya.
    Nama ayahku Danny O Dell. Adikku bemama Dan,
    Jr. Tapi ia tidak suka kata junior , jadi tak pernah
    ada yang memanggilnya begitu.
    Kecuali aku. Habis, kata itu paling ampuh untuk
    membuatnya betul-betul keki!
    Eh, ada yang lupa mematikan lampu, ujar Dan. Ia
    menunjuk lampu di langit-langit. Satu-satunya
    lampu di loteng.
    Loteng rumah kami berupa satu ruangan besar. Di
    kedua ujungnya ada jendela. Tapi keduanya
    tertutup debu, sehingga sedikit sekali cahaya yang
    bisa masuk.
    Dan dan aku melangkah maju. Semua boneka
    menatap kami dengan mata lebar dan pandangan
    kosong. Sebagian besar tampak menyeringai. Ada
    yang mulutnya terbuka. Ada pula yang
    menundukkan kepala, sehingga wajah mereka
    tidak kelihatan.
    Wilbur boneka Dad yang pertama tergolek di
    sebuah kursi tua. Lengannya menggantung
    melewati sandaran tangan. Kepalanya menempel
    pada sandaran punggung.
    Dan tertawa. Wilbur persis seperti Dad kalau lagi
    ketiduran di depan TV!
    Aku ikut tertawa. Dengan rambutnya yang cokelat
    pendek, kacamatanya yang berbingkai hitam, dan
    senyumnya yang konyol, Wilbur memang sangat
    mirip Dad!
    Jasnya yang bermotif kotak-kotak hitam

    Goosebumps 40. Boneka Hidup Beraksi III
     
Loading...
Similar Threads - Boneka Hidup Beraksi
  1. danisukoco
    Replies:
    18
    Views:
    6,526

Share This Page