Hati Budha Tangan Berbisa

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 11, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Pelajar Muda Berlengan Buntung
    Sebuah paviliun tunggal berdiri di tengah sebuah
    taman dengan pepohonan yang rimbun. Paviliun itu
    dipajang mewah dengan macam-macam perabot
    yang serba antik. Seorang laki-laki setengah baya
    bermuka merah duduk menyanding sebuah meja
    perjamuan.
    Ia duduk seorang diri, mulutnya menyungging
    senyuman sinis yang

    membayangkan kejudasan wataknya. Matanya
    selalu memandang keluar ke arah jalanan kecil di
    tengah taman, agaknya dia sedang menunggu
    kedatangan seseorang.
    Langkah kaki yang ringan cepat sekali mendatang
    dari kejauhan, tampak seorang laki-laki setengah
    umur berpakaian pelajar muncul dijalanan berliku di
    tengah taman sana, dengan langkah dan gerak gerik
    yang sangat hormat dia memasuki paviliun terus
    memberi hormat kepada laki-laki muka merah,
    sapanya: "Entah ada keperluan atau petunjuk apa
    Pocu (pemilik) memanggil hamba?"
    Senyuman sinis yang terbayang di ujung mulut laki-
    laki muka merah sudah sirna, pelan-pelan dia
    gerakkan tangan kanan serta berkata dengan kalem:
    "Suya, silakan duduk."
    "Hamba tidak berani."
    "Duduklah, hari ini ada beberapa patah kata yang
    ingin kusampaikan kepadamu, sebelum kita bicara,
    marilah kau temani aku makan minum sepuasnya."
    Laki-laki setengah umur yang dipanggil Suya (guru)
    itu mengambil tempat duduk di sebelah samping,
    wajahnya menampilkan perasaan was-was, kuatir
    dan jeri, sorot matanya guram dan menunduk tak
    berani adu pandang dengan sang Pocu.

    "Hayolah, habiskan secangkir ini, jangan sungkan dan
    rikuh, sengaja kusuruh koki masak beberapa
    hidangan istimewa ini, tanggung lezat dan nikmat,
    cobalah, boleh kau buktikan sendiri."
    Laki-laki setengah umur berdiri sambil angkat cangkir
    araknya terus ditenggak habis, sekilas sorot matanya
    bentrok dengan orang, terus menunduk lagi dengan
    tersipu-sipu, rasa tidak tenteram batinnya lebih
    kentara pada air mukanya. Sebaliknya laki-laki muka
    merah bersenyum dengan riang gembira, setelah
    menghabiskan beberapa cangkir sambil menik¬mati
    hidangan, tak tertahan laki-laki setengah umur buka
    suara.
    "Pocu ada pesan apa, silakan katakan saja."
    "Suya, sudah lima tahun kau berbakti dalam
    perkampungan ini, bukan?" tanya sang Pocu.
    Laki-laki setengah umur mengiakan.
    "Kau bukan orang she Sim?" Pocu menegasi.
    Laki-laki setengah umur itu tersentak kaget sambil
    angkat kepalanya, sorot matanya membayangkan
    rasa takut dan ngeri, badannya gemetar, ternyata
    mukanya yang pucat itu kelihatan ada codet hitam
    bekas luka sebesar telapak tangan, kalau tanpa
    codet yang menyolok ini, wajah laki-laki pelajar
    setengah umur ini boleh terhitung laki-laki cakap.
    Laki-laki muka merah tetap tersenyum lebar katanya
    lebih lanjut.

    "Siangkoan Hong, terus terang aku amat kagum
    akan tekad dan keteguhan semangatmu, kau
    sengaja merusak muka, ganti she dan mengubah
    nama, selama lima tahun menyelundup ke dalam
    perkampungan kita ini, baru kemarin malam waktu
    kau mengadakan pertemuan rahasia dengan
    Samhujin di belakang taman itu baru aku tahu seluk
    beuk persoalannya, ai .........”
    Dari rasa jeri dan takut kini terunjuk rasa gusar dan
    dendam pada air muka dan sorot mata laki-laki
    setengah umur, mulutnya sudah terbuka hendak
    bicara, tapi urung.
    Sikap sang Pocu rada berubah, katanya dengan nada
    menyesal.
    "Siangkoan Hong, aku amat menyesal dan merasa
    bersalah terhadapmu, namun semua itu sudah
    menjadi kenyataan, tak mungkin diperbaiki
    lagi ..........”
    Menyalang sorot mata laki-laki setengah umur itu,
    katanya dengan dendam,
    "Apakah Pocu tidak tahu bahwa Cu Yan-hoa sudah
    menikah dan sedang hamil .......?”
    "Kutahu setelah peristiwa itu terjadi, menyesalpun
    sudah terlambat, kalian suami-istri cinta mencintai,
    kini dengan ikhlas kusatukan kembali kalian supaya
    tak berpisah untuk selamanya, anggaplah sebagai
    penebus kesalahanku, kelak kalau kau mau
    menuntut balas, aku akan menunggu kedatanganmu.
    Sekarang kau boleh pergi saja."
     
Loading...

Share This Page