Istana Pulau Es - kho ping hoo

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 11, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Kebiasaan lama (tradisi) yang dilanggar akan
    menimbulkan kutuk dan malapetaka bagi si
    pelanggar, demikian pendapat kuno. Padahal
    hakekatnya, semua itu tergantung daripada
    kepercayaan. Bagi yang percaya mungkin saja
    pelanggaran akan dihubungkan dengan sebab
    terjadinya suatu halangan. Sebaliknya bagi yang
    tidak percaya, juga tidak apa-apa dan andaikata
    terjadi suatu halangan, hal ini dianggap terpisah dan
    tidak ada hubungannya dengan pelanggaran tradisi.
    Betapapun juga, apa yang terjadi di Khitan, yang
    menimpa Kerajaan Khitan oleh semua rakyatnya
    dianggap sebagai kutuk para dewata oleh karena
    dosa besar yang telah dilakukan oleh Sang Ratu
    mereka Kerajaan Khitan mengalami kemerosotan
    hebat sekali. Musim dingin amat lama dan hebat
    menimpa kerajaan ini, hasil buruan amat kurang,
    hasil cocok tanam buruk, penyakit menular, wabah
    yang aneh-aneh menimpa rakyat Khitan dan semua
    ini diperburuk dengan bentrokan-bentrokan, yang
    timbul di antara Para bangsawan sendiri yang
    memperebutkan kedudukan, di antara rakyat sendiri
    yang keadaannya amat miskin, dan perselisihan
    dengan suku bangsa lain karena memperebutkan air
    dgn daerah subur
    Semua ini adalah kutukan dewa Demikian anggapan
    kaum tua di Khitan. Terkutuk oleh dewa karena
    pelanggaran hebat yang dilakukan oleh Sang Ratu
    Yalina, yaitu ibunda Raja Talibu yang sekarang
    menjadi Raja Khitan. Di dalam cerita MUTIARA HITAM
    telah diceritakan betapa Ratu Yalina itu diam-diam
    menjadi isteri pendekar Sakti Suling Emas, bahkan
    secara rahasia pula telah melahirkan dua orang bayi
    kembar, laki-laki dan perempuan. Menurut kebiasaan
    lama bangsa itu, bayi kembar laki perempuan
    setelah dewasa harus dikawinkan, akan tetapi Ratu
    Yalina kembali melanggar, tidak menjodohkan kedua
    anaknya. Yang lakilaki, yaitu Raja Talibu sekarang ini,
    dijodohkan dengan Puteri Mimi puteri Panglima
    Khitan.
    Sedangkan anaknya yang perempuan, yaitu Kam
    Kwi Lan atau terkenal di dunia kang-ouw sebagal
    pendekar sakti Mutiara Hitam, menikah dengan Tang
    Hauw Lam murid Bu-tek Lo-jin dan kini suami isteri
    itu malah meninggalkan Khitan dan merantau entah
    ke mana.
    Nah, semenjak Ratu Yalina bersama suaminya Si
    Pendekar Suling Emas, pergi pula
    meninggalkan Khitan atas kehendak Suling Emas
    untuk bertapa di puncak puncak
    Pegunungan Go-bi maka mulailah tampak hari-hari
    buruk menimpa Kerajaan Khitan Hal ini bukan sekali-
    kali karena rajanya, yaitu Raja Talibu, kurang
    memperhatikan kerajaannya, atau berlaku lalim
    terhadap rakyatnya. Sama sekali tidak Raja Talibu
    agaknya mewarisi watak ayahnya, Si Pendekar Sakti
    Suling Emas, hatinya tidak keras seperti watak
    Ibunya. Dia tenang Istana Pulau Es >> karya Kho
    Ping Hoo >> published by buyankaba.com 1
    dan sabar mencinta rakyatnya dan memerintah
    dengan keadilan. Akan tetapi sepandai-pandainya
    seorang raja, dia hanya seorang manusia juga dan
    apakah kekuasaan seorang manusia yang dapat
    dilakukan oleh seorang Raja Talibu terhadap
    bencana-bencana alam berupa musim dingin panjang
    disusul musim kering yang menghabiskan air serta
    tanah yang tidak berhasil menjadi subur? Apakah
    yang dapat ia lakukan terhadap ketamakan dan
    nafsu para bangsawan yang saling bermusuhan? Dia
    hanya dapat menggunakan kekuasaannya
    untuk meredakan keadaan, untuk mengadili segala
    perkara dengan bijaksana, namun tidak berdaya
    menahan lajunya kemunduran kerajaannya
    Raja Talibu dengan isterinya, Puteri Mimi yang cantik
    jelita, hanya mempunyai seorang anak perempuan
    mungil dan cantik jelita seperti ibunya, lincah nakal
    dan penuh keberanian seperti watak neneknya.
    Anak ini diberi nama Puteri Maya dan pada waktu itu
    telah berusia sepuluh tahun. Karena ayah bundanya
    adalah keturunan pendekar-pendekar yang berilmu
    tinggi, biarpun dia seorang puteri raja, semenjak kecil
    Maya suka sekali dengan ilmu silat. Raja Talibu
    sebagai putera pendekar Suling Emas dan Ratu
    Yalina yang juga memiliki ilmu silat luar biasa, tentu
    saja tidak melarang puterinya belajar ilmu silat.
    Sebaliknya ia sendiri malah menggembleng puterinya
    itu dengan ilmu silat tinggi sehingga Puteri Maya
    menjadi seorang anak perempuan yang gagah
    berani dan suka pergi berburu sejak kecil, malah dia
    mempunyai pasukan pengawal sendiri yang
    menemaninya pergi berburu binatang buas. Biarpun
    usianya baru sepuluh tahun. Puteri Maya berani
    menghadapi seekor biruang seorang diri saja,
    merobohkan binatang itu dengan anak panah atau
    dengan sebatang tombak panjang
    Pada suatu pagi yang cerah, Puteri Maya sudah
    tampak berkeliaran di dalam hutan di sebelah barat
    kota raja Khitan. Seperti biasa, kalau dia sedang
    berburu binatang di dalam hutan, dia berpakaian pria
    yang ringkas sehingga memudahkannya untuk
    bergerak di dalam hutan-hutan liar itu, apalagi jika
    bertemu binatang dan melakukan pengejaran atau
    pertempuran dengan binatang buas. Dan seperti
    biasa pula, pada pagi hari itu juga, Maya jauh
    meninggalkan para pengawalnya, hal yang selalu
    membuat para pengawal menjadi khawatir dan
    diam-diam merasa jengkel. Namun tidak pernah
    mereka mengeluh karena sesungguhnya para
    pengawal, seperti hampir semua orang di Khitan,
    amat sayang kepada puteri yang cantik jelita ini.
    Kesayangan semua orang inilah yang membuat
    Maya memiliki watak manja dan selalu ingin
    dipenuhi permintaannya
    Selagi ia menyelinap di antara pohon-pohon
    mengintai dan mencari binatang buruan, tiba-tiba ia
    dikejutkan derap kaki kuda. Hampir saja ia
    membentak marah karena disangkanya itu derap
    kaki kuda para pengawalnya. Ia marah karena suara
    berisik tentu saja mengganggunya, membikin takut
    binatang-binatang hutan yang tentu akan lari dan
    bersembunyi. Akan tetapi kemarahannya berubah
    menjadi keheranan dan ia cepat bersembunyi di
    balik pohon ketika melihat bahwa yang datang
    bukanlah pasukan pengawalnya, melainkan pasukan
    pilihan ayahnya yang mengangkut
    perlengkapan perang
    baca selengkapnya http://cerita-silat.mywapblog.com
     
Loading...

Share This Page