Kekaisaran Rajawali Emas

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 11, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Lu Xiao Feng adalah seseorang, orang yang tak akan
    pernah kamu lupakan seumur hidupmu. Dalam
    kehidupannya yang luar biasa dan aneh, ia telah
    melihat banyak orang-orang luar biasa dan aneh
    serta peristiwa-peristiwa yang aneh dan luar biasa.
    Mungkin lebih aneh dan luar biasa dari apa yang
    pernah kamu dengar di manapun. Maka, sekarang
    aku ingin
    memperkenalkan beberapa orang kepadamu, dan
    lalu berlanjut ke cerita mengenai mereka.
    Kacang Gula Nenek Xung
    Bulan tampak bundar; kabut pun tebal. Tertutup oleh
    kabut yang tebal, bulan purnama tampak kelam dan
    sunyi, cukup untuk mematahkan hati seorang
    manusia.
    Tapi Zhang Fang dan teman-temannya tidak ingin
    menikmati pemandangan itu, mereka hanya ingin
    berjalan-jalan tanpa mengkhawatirkan apa-apa.
    Mereka baru selesai mengantarkan barang dari
    tempat yang sangat jauh; mereka juga baru saja
    minum anggur. Semua ketegangan dan kerja keras
    telah selesai.
    Mereka merasa santai, tanpa rasa cemas dan
    bahagia. Saat itulah mereka melihat Nenek Xung.
    Nenek Xung tiba-tiba muncul dari kabut seperti
    hantu.
    Dia seolah-olah membawa batu tak terlihat yang luar
    biasa besarnya di punggungnya, membebaninya
    sedemikian rupa sehingga seluruh tubuhnya
    membungkuk. Pinggangnya seolah-olah akan patah.
    Di tangannya ada sebuah keranjang bambu yang
    sangat tua; keranjang itu tertutup rapi oleh sehelai
    kain katun yang sangat tebal.
    "Apa yang ada di dalam keranjang itu?" Seseorang
    bertanya.
    Dengan suasana hati mereka seperti sekarang,
    mereka akan tertarik pada apa saja.
    "Kacang gula." Wajah Nenek XUng yang penuh
    keriput mengembangkan sebuah senyuman, "Kacang
    gula yang manis dan panas, hanya 10 farthing
    sekatinya."
    (Satu kati sama dengan 1/2 kg)
    "Kami ambil 5 kati, masing-masing 1 kati."
    Kacang gula itu benar-benar panas, dan benar-benar
    manis. Tapi Zhang Fang hanya makan satu. Ia tidak
    pernah suka kacang; di samping itu, ia telah banyak
    minum. Ia baru makan sebuah kacang waktu
    perutnya mulai terasa sangat sakit, seolah-olah ia
    akan roboh.
    Ia belum roboh waktu ia melihat bahwa teman-
    temannya tiba-tiba berjatuhan.
    Setelah roboh, tubuh mereka segera mengejang
    sementara busa putih mulai Koleksi Kang Zusi
    1
    PENDEKAR 4 ALIS Buku Satu: Kekaisaran Rajawali
    Emas, muncul di sudut mulut mereka. Busa putih itu
    tiba-tiba berubah menjadi merah, menjadi darah
    Nenek Xung masih berdiri di sana, memandang
    mereka, senyuman di wajahnya tiba-tiba tampak
    sangat menakutkan.
    "Ada racun di kacang gula itu" Zhang Fang
    mengertakkan giginya dan ingin menghambur ke
    arah perempuan itu. Tapi saat itu ia merasa seolah-
    olah tidak ada kekuatan yang tersisa dalam dirinya.
    Ia ingin mematahkan leher nenek ini, tapi ia sendiri
    yang roboh di kakinya.
    Ia tiba-tiba melihat bahwa tersembunyi di balik gaun
    panjang nenek itu, dia mengenakan sepasang sepatu
    merah bersulam. Merah seperti yang dipakai oleh
    pengantin perempuan di hari pernikahannya. Tapi
    sepatu itu bukan bersulamkan sepasang angsa, tapi
    seekor burung hantu.
    Mata burung hantu itu hijau, seolah-olah menatap
    Zhang Fang, mengejek kedunguan dan ketololannya.
    Zhang Fang tersentak.
    Nenek Xung tertawa dan berkata: "Rupanya kamu
    anak nakal yang suka melihat kaki perempuan."
    Zhang Fang berusaha mengangkat kepalanya dan
    bertanya: "Kenapa kau bermusuhan dengan kami?"
    Nenek Xung tertawa dan menjawab: "Anak bodoh,
    aku tidak pernah melihat kalian sebelumnya,
    bagaimana aku bisa bermusuhan dengan kalian?"
    Zhang Fang mengertakkan giginya dan bertanya:
    "Lalu mengapa kau membunuh kami?"
    Nenek Xung menjawab dengan santai: "Tidak ada
    alasan sebenarnya, aku hanya ingin membunuh."
    Ia memandang ke arah kabut yang tampak samar
    dan bulan yang sunyi dan menjawab dengan lambat:
    "Bila bulan sedang purnama, aku ingin membunuh"
    Zhang Fang memandangnya terbelalak, matanya
    penuh dengan rasa ketakutan dan amarah. Ia ingin
    sekali menggigit tenggorokan perempuan itu.
    Tapi tiba-tiba, seperti hantu, nenek ini menghilang
    dalam kabut yang tebal. Kabut tetap tebal dan
    samar-samar, dan bulan bertambah bundar.
    Hwesio Jujur
    Matahari tenggelam di barat sementara angin musim
    gugur meniup buluh-buluh tumbuhan air di rawa-
    rawa itu. Tidak ada jejak-jejak manusia di tepi rawa.
    Hanya seekor burung gagak yang terbang mendekat
    dan semakin dekat, akhirnya mendarat pada sebuah
    tiang kayu di tepi rawa yang biasanya digunakan
    untuk mengikat perahu.
    Tempat ini adalah sebuah dermaga yang sunyi, dan
    sekarang perahu itu telah berangkat untuk
    penyeberangan terakhir kalinya. Orang yang
    mengemudikan perahu itu adalah seorang lelaki
    yang sangat tua, bahkan jenggotnya pun telah putih.
    Setiap hari selama 20 tahun ini, ia telah bolak-balik di
    antara kedua tepi rawa di atas perahu miliknya itu.
    Tidak banyak lagi dalam hidup ini yang bisa
    membuatnya bahagia, kecuali minum dan judi.
    Tapi malam ini ia bersumpah tidak akan berjudi.
    Karena sekarang ada seorang hwesio di perahunya.
    Hwesio ini tampak sangat alim, sangat jujur, tapi
    hwesio tetaplah hwesio.
    Setiap kali melihat hwesio, ia akan kehilangan
    semua uang yang dimilikinya.
    Hwesio Jujur ini duduk dengan sangat khusyuk di
    sudut perahu, menatap kakinya sendiri, kaki yang
    sangat kotor. Di kakinya yang sangat kotor, ia
    memakai sepasang sandal jerami yang sangat
    usang.
    Penumpang lain duduk sejauh mungkin darinya,
    seolah-olah mereka takut kutu-kutu di tubuhnya
    akan pindah kepada mereka.
    Hwesio Jujur tidak berani memandang yang lain,
    bukan hanya ia seorang yang jujur, ia juga sangat
    pemalu. Bahkan waktu penjahat-penjahat itu
    melompat ke atas perahu, ia juga tidak menoleh,
    hanya mendengar teriakan-teriakan terkejut para
    penumpang diikuti oleh suara 4 orang melompat ke
    haluan perahu. Lalu ia Koleksi Kang Zusi
    2
    PENDEKAR 4 ALIS Buku Satu: Kekaisaran Rajawali
    Emas, mendengar para penjahat mengancam
    dengan sengit: "Kami adalah pahlawan-pahlawan
    Sekte Ular Air, kami hanya ingin uang dan bukan
    nyawa, jadi kalian tidak perlu takut, serahkan saja
    semua uang dan barang-barang berharga kalian dan
    semuanya akan beres."
    Matahari terbenam menyinari golok-golok di tangan
    mereka, pantulan dari golok-golok itu menerangi
    bagian dalam perahu.
    Di dalam perahu, laki-laki gemetaran dan yang
    perempuan menangis, semakin banyak uang
    mereka, semakin keras mereka gemetaran, semakin
    sedih tangis mereka.
    Hwesio Jujur masih duduk di sana dengan kepala
    tertunduk, memandang kakinya sendiri.
    Tiba-tiba, ia melihat sepasang kaki lain, sepasang
    kaki yang memakai sepatu boot yang bersih dan
    tebal, berdiri tepat di depannya: "Giliranmu, serahkan"
    Hwesio Jujur ini tampaknya tidak mengerti apa yang
    ia katakan dan bergumam:
    "Apa yang kau ingin aku serahkan?"
    "Selama ada nilainya, serahkan semua"
    "Tapi aku tidak punya apa-apa." Kepala Hwesio Jujur
    semakin menunduk.
    Ia melihat bahwa orang itu seperti akan menendang
    dirinya tapi ditarik mundur oleh temannya: "Lupakan
    saja, hwesio kotor ini tampaknya bukan orang yang
    punya uang, mari kita keluar dari sini."
    Mereka datang dengan cepat, dan pergi dengan
    cepat, semua penjahat memang kurang percaya
    pada diri sendiri.
     
  2. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
Loading...

Share This Page