Kisah Sepasang Rajawali - Kho ping hoo

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 11, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Kisah Sepasang Rajawali
    "Haaiiiii.... hiiyooooo.... huiiiiii...."
    "Eh, Bu-te (adik Bu), jangan main-main Angin bertiup
    begini kencang, lekas duduk dan membantu aku.
    Gulung layar itu, kita bisa celaka kalau angin sebesar
    ini dan layar tetap berkembang"
    "Yahuuuuu.... Wah, dengar, Lee-ko (kakak Lee), suara
    terbawa angin tentu terdengar sampai jauh.
    Hiyooooohhhhh...."
    Mereka adalah dua orang anak laki-laki yang
    menjelang dewasa, berusia empat belas tahun,
    berwajah tampan dan bertubuh tegap kuat. Mereka
    ini kakak-beradik yang mempunyai ciri wajah
    berbeda sungguhpun sukar dikatakan siapa di antara
    mereka yang lebih tampan. Yang disebut Lee-ko
    adalah Suma Kian Lee, sedangkan adiknya itu adalah
    Suma Kian Bu, dan kedua orang anak laki-laki ini
    bukan anak-anak nelayan biasa yang bermain-main
    dengan perahu mereka, melainkan putera-putera
    Pendekar Super Sakti Suma Han atau yang lebih
    terkenal dengan julukan Pendekar Super Sakti atau
    Pendekar Siluman, Majikan Pulau Es
    Pendekar Super Sakti yang mengasingkan diri dari
    dunia ramai selama bertahun-tahun, tinggal di Pulau
    Es bersama dua orang isterinya, yaitu Puteri Nirahai
    dan Lulu, dua orang isteri yang cantik jelita dan
    mencinta suaminya dengan sepenuh jiwa raga
    mereka. Di dalam ceritaSepasang Pedang Iblis
    diceritakan betapa suami dengan kedua orang
    isterinya ini baru berkumpul kembali di pulau itu
    setelah mereka berusia empat puluh tahun dan hidup
    bertiga di pulau kosong itu, mengasingkan diri dari
    dunia ramai dan saling mencurahkan kasih sayang
    yang terpendam selama belasan tahun berpisah
    Dari curahan kasih sayang yang amat mendalam dan
    mesra itu, terlahirlah dua orang anak laki-laki itu. Lulu
    melahirkan puteranya lebih dahulu, dan anak itu
    diberi nama Suma Kian Lee. Setengah tahun
    kemudian, Nirahai juga melahirkan seorang anak
    laki-laki yang diberi nama Suma Kian Bu. Tentu saja
    kelahiran dua orang anak laki-laki itu menambah
    rasa bahagia di dalam kehidupan mereka bertiga
    sehingga tidak begitu terasalah kesunyian di pulau
    itu. Dan setelah kedua orang anaknya terlahir, demi
    kepentingan dua orang anaknya, Suma Han tidak
    lagi pantang bergaul dengan orang lain, bahkan
    seringkali dia mengajak kedua orang puteranya pergi
    meninggalkan Pulau Es mengunjungi pulau-pulau lain
    di dekat daratan besar yang dihuni oleh nelayan-
    nelayan.
    Karena kedua orang anak itu lebih mirip dengan ibu
    masing-masing, maka biarpun keduanya sama
    tampan, namun terdapat perbedaan dan ciri khas
    pada wajah mereka, juga semenjak kecil sudah
    tampak perbedaan watak mereka yang menyolok
    sekali. Suma Kian Lee, putera Lulu, berwatak lembut
    dan halus, sabar dan tidak pernah melakukan
    kenakalan, juga pendiam. Sebaliknya, Suma Kian Bu,
    putera Nirahai, amat nakal dan periang, mudah
    tertawa dan mudah menangis, bandel dan berani,
    akan tetapi juga amat mencinta kakaknya dan
    betapapun nakalnya, akhirnya dia selalu tunduk dan
    taat kepada kakaknya. Padahal dia berani
    membangkang terhadap ibunya sendiri, bahkan
    kadang-kadang dia berani menentang ayahnya
    Pada pagi hari itu, ketika kedua orang ibu mereka
    sedang sibuk di dapur darr ayah mereka seperti
    biasa di waktu pagi hari duduk bersamadhi di dalam
    kamar samadhinya, mereka berdua bermain-main
    dengan perahu mereka. Kenrudian timbul niatan tiba-
    tiba dalam kepala Suma Kian Bu untuk pergi
    menggunakan perahu ke daratan besar dan mencari
    encinya (kakak perempuannya) yang tinggal di kota
    raja Memang anak ini mempunyai seorang kakak
    perempuan yang bernama Puteri Milana. Puteri
    Nirahai adalah puteri Kaisar Tiongkok yang lahir dari
    seorang selir, maka anaknya yang pertama, yang
    bernama Milana, juga seorang puteri, cucu kaisar Di
    dalam ceriteraSepasang Pedang Iblis dituturkan
    betapa Puteri Milana, kakak Suma Kian Bu ini, oleh
    ayahnya diharuskan ikut kakeknya, Kaisar Tiongkok,
    untuk tinggal di istana kaisar dan selanjutnya
    mentaati semua perintah kakeknya itu. Akhirnya
    oleh kaisar, Puteri Milana yang cantik jelita itu
    dijodohkan dengan seorang panglima muda yang
    juga berdarah bangsawan, setelah panglima muda
    ini berhasil keluar dari sayembara yang diadakan
    oleh Milana. Dara bangsawan itu, cucu kaisar, puteri
    Pendekar Super Sakti, hanya mau dijodohkan
    dengan seorang yang mampu menahan serangannya
    selama seratus jurus Dan kalau dia menghendaki,
    sukarlah ditemukan orang yang dapat menahan
    seratus jurus serangannya. Akan tetapi ketika Han
    Wi Kong, panglima muda itu, memasuki sayembara,
    pemuda perkasa ini berhasil mempertahankan diri
    dan dialah yang terpilih menjadi suami puteri jelita
    dan perkasa itu Sesungguhnya, hal ini hanya dapat
    terjadi karena memang Milana memilihnya di antara
    sekian banyaknya pelamar yang datang memasuki
    sayembara.
    Ketika diadakan pesta pernikahan Puteri Milana,
    Pendekar Super Sakti bersama kedua orang isteri
    dan kedua orang puteranya datang pula ke kota
    raja. Hal ini terjadi ketika kedua orang puteranya
    masih kecil, baru berusia lima-enam tahun dan itulah
    pengalaman pertama dari kedua orang anak ini
    melihat kota raja
    Demikianlah pagi hari itu, Suma Kian Bu membujuk
    kakaknya untuk pergi menyusul kakak
    perempuannya di kota raja. Tentu saja Suma Kian
    Lee menolak dan memperingatkan adiknya bahwa
    kota raja amatlah jauh dan pergi ke sana tanpa ijin
    ayah mereka tentu akan membuat ayah mereka
    marah. Akan tetapi, Suma Kian Bu merengek dan
    akhirnya Suma Kian Lee yang amat sayang kepada
    adiknya, terpaksa menyanggupi dan berlayarlah
    keduanya meninggalkan Pulau Es
    Biarpun kedua orang anak laki-laki itu baru berusia
    empat belas tahun, akan tetapi sebagai putera-
    putera Pendekar Super Sakti, tentu saja mereka
    tidak dapat disamakan dengan anak-anak lain yang
    sebaya dengan mereka. Semenjak kecil mereka
    berdua telah digembleng oleh ayah bunda mereka
    yang berilmu tinggi sehingga mereka merupakan dua
    orang anak-anak yang telah memiliki ilmu
    kepandaian silat tinggi dan memiliki tenaga sin-kang
    latihan Pulau Es yang mujijat. Betapapun juga,
    mereka hanyalah anak-anak dan sifat anak-anak
    mereka yang suka bermain-main masih melekat
    dalam hati mereka. Setelah mereka menjelang
    dewasa, jiwa petualang yang terdapat dalam hati
    semua anak laki-laki, bergejolak dan kini dicetuskan
    oleh Kian Bu yang mengajak kakaknya untuk pergi
    merantau, menyusul encinya di kota raja.
    Perahu mereka telah jauh meninggalkan Pulau Es
    karena angin di pagi hari itu bertiup kencang
    sehingga layar yang mereka pasang berkembang
    penuh. Akan tetapi makin lama angin bertiup makin
    kencang sehingga Kian Lee merasa khawatir sekali
    karena perahu mereka sudah miring-miring dan
    meluncur terlalu cepat. Sebaliknya Kian Bu masih
    bermain-main, berdiri di kepala perahu, bertolak
    pinggang dan berteriak-teriak membiarkan suaranya
    dibawa angin.
    "Bu-te, cepat bantu. Berbahaya kalau begini, kurasa
    akan ada badai" Kian Lee yang mengemudikan
    perahu dengan dayungnya berteriak lagi.
    Mendengar disebutnya "badai", otomatis Kian Bu
    menghentikan teriakan-teriakannya dan air mukanya
    berubah. Tanpa banyak cakap lagi dia lalu
    menggulung layar dan membantu kakaknya
    mendayung sambil berbisik, "Benarkah ada.... badai,
    Lee-ko?"
    "Entahlah, mudah-mudahan saja tidak," jawab
    kakaknya. "Dan payahnya, mungkin kita salah jalan,
    Bu-te. Mengapa belum juga nampak daratan besar?"
    Dua orang kakak-beradik ini memang agak gentar
    terhadap badai. Pernah ayah mereka bercerita
    betapa hebatnya kalau badai telah mengamuk di
    daerah lautan ini. Bahkan menurut cerita ayahnya,
    Pulau Es sendiri pernah diamuk badai sampai
    tenggelam di bawah permukaan air laut Betapa
    mengerikan. Kata ayah mereka, dahulu pulau
    mereka itu merupakan sebuah kerajaan, akan tetapi
    semua penghuninya dibasmi habis oleh badai dan
    hanya tinggal bangunan istananya saja. Biarpun
    mereka berdua yang sejak kecil tinggal di pulau dan
    tidak asing dengan lautan, bahkan ahli dalam ilmu
    renang, pandai pula menguasai perahu, namun
    mendengar tentang badai sehebat itu, mereka
    merasa gentar juga. Dan sekarang, berada di tengah
    lautan, jauh dari Pulau Es, mereka merasa ngeri
    kalau-kalau ada badai akan mengamuk.
    "Lee-ko, bukankah daratan besar letaknya di sebelah
    barat?"
    "Menurut ibu demikian dan tadi aku sudah
    mengarahkan perahu ke barat. Akan tetapi, angin
    kencang mengubah haluan dan kita agaknya
    menyimpang ke utara. Awas, Bu-te, angin makin
    kencang"
    Kedua orang pemuda tanggung itu kini tidak bicara
    lagi, melainkan menggerakkan dayung dengan hati-
    hati untuk mengemudikan perahu mereka yang
    mulai dipermainkan ombak. Makin lama angin makin
    kencang bertiup dan ombak makin membesar
    sehingga perahu mereka diombang-ambingkan
    seperti sebuah mainan kecil dipermainkan tangan-
    tangan raksasa Mereka tidak dapat lagi menentukan
    arah, hanya mempergunakan tenaga melalui dayung
    untuk menjaga agar perahu mereka tidak sampai
    terbalik.
    "Tenang saja, Bu-te...." di tengah-tengah amukan
    ombak itu Kian Lee berkata kepada adiknya.
    Kian Bu tersenyum. "Aku tidak apa-apa, Lee-ko,
    harap jangan khawatir."
    Dua orang pemuda tanggung itu memang memiliki
    nyali yang amat besar. Biarpun keadaan mereka
    cukup berbahaya, namun keduanya masih tenang
    saja, percaya penuh akan kekuatan dan kemampuan
    diri sendiri.
    "Dukk Dukk"
    "Apa itu....?" Kian Bu berteriak kaget, cepat
    menggerakkan dayung untuk membantu kakaknya
    mengatur keseimbangan perahu yang tadi terpental
    seolah-olah ditabrak sesuatu.
    "Hemm, ikan-ikan hiu.... Lihat itu mereka" Kian Lee
    berseru sambil menuding ke depan.
     
  2. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
Loading...

Share This Page