Ksatria Brandalan

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 11, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Yo-kun memulai pembunuhan
    Pedang api penuh bau amis darah
    Di bawah terik matahari yang membakar.
    Seseorang berdiri tegak di tengah lapang yang
    terlantar tanpa ada penutup atau penghalang, dia
    membiarkan matahari yang terik menyengat
    kulitnya, hingga mukanya penuh dengan keringat
    yang mengucur, jubahnya telah basah, tapi dia tetap
    berdiri seperti sebuah patung tembaga, sedikitpun
    tidak bergerak, sampai-sampai matanya pun tidak
    berkedip.
    Di bawah sorotan matahari yang terus menerus,
    rambut dan jubahnya yang basah seperti ada uap air
    mengepul ke atas, sekujur tubuh orang ini seolah-
    olah dikepung uap air tersebut, jika di lihat sepintas
    orang tersebut seperti menguap ke udara bersama
    air, tetapi jika dilihat dengan seksama lagi tidak
    begitu sebenarnya.
    Sudah 2 jam orang ini berdiri di bawah terik
    matahari, dia tetap seperti arca batu sedikitpun tidak
    bergerak, jubah yang basah oleh keringat sesudah
    kering basah lagi, kering basah lagi, tidak henti-
    hentinya serat-serat air itu menguap terus, dia seperti
    terbuat dari air saja, sebab bagaimanapun jika tubuh
    manusia sudah terpanggang begitu lama oleh
    panasnya matahari akan menjadi dendeng kering
    Hari ini adalah hari terpanas dalam 10 tahun terakhir
    ini
    Sampai burung-burung yang biasanya berkicau
    merdu, terbang tinggi dan rendah setiap hari, tidak
    lagi mengepakkan sayapnya, juga tidak berbunyi
    merdu. Semua bertengger di atas dahan di bawah
    rindangnya daun-daun pohon, lenyaplah kelincahan
    di hari-hari biasanya.
    Tapi orang ini sekali berdiri di bawah terik matahari
    sampai 2 jam lamanya
    Mungkin orang ini orang aneh?
    Setidaknya dipandang dari sudut manusia normal, dia
    termasuk orang aneh.
    Tapi jika teliti sekali, dia sedikitpun tidak aneh.
    Muka dia yang terjemur sudah menjadi merah, tapi
    wajahnya tampak biasa-biasa saja, sorotan matanya
    panas seperti matahari yang membakar, sama sekali
    tidak berkedip, melotot pada ujung jari kakinya.
    Mendadak dalam tiupan angin yang lembut, ada
    suara kaki orang berjalan yang amat enteng.
    Seseorang seolah-olah pemain sulap, muncul begitu
    saja di tengah sinar matahari dan udara panas, cepat
    sekali sudah berdiri disisi orang aneh ini.
    Orang yang berjemur tidak bereaksi sedikitpun
    terhadap kehadiran orang di samping dirinya, dia
    tetap tidak bergeming, sorot matanya masih seperti
    sediakala menatap ujung jari kakinya sendiri.
    Nyawanya pun seperti sudah meninggalkan
    tubuhnya mengikuti serat air yang tadi menguap ke
    udara.
    Orang yang berjemur tidak bereaksi tapi orang yang
    datang malah tidak tahan.
    Sepasang mata yang menyorot tajam dan dingin
    bagaikan jarum yang runcing menatap diri orang
    berjemur itu, dengan datar, pelan dan santai berkata:
    "Liu Yam-yo, sudah berapa lama kau berjemur disini?
    Kukira kau sudah mati dijemur oleh teriknya
    matahari"
    Liu Yam-yo yang berdiri di bawah teriknya matahari
    tetap tidak bergerak. Tapi sorotan matanya mulai
    bergeser dari ujung kakinya ke arah muka orang
    yang baru datang ini. Dengan pedas berkata:
    "Tong Kwee-seng, kau tidak datang pun aku tidak
    akan mati terjemur"
    Wajah Tong Kwee-seng yang putih bersih hanya
    sebentar saja sudah mengucurkan keringat sebesar
    butiran kacang kedelai. Dia menjulurkan tangannya
    menyeka keringat di mukanya, dia menyahut sambil
    tertawa ringan:
    "Jika berdiri sebentar lagi, rasanya aku yang akan
    mati terjemur, mari kita berbincang-bincang disana
    saja"
    Sambil berkata, sepasang matanya menatap ke
    bawah sebuah pohon besar yang berjarak beberapa
    tombak jauhnya dari sana.
    Pohon besar itu dahan dan daunnya amat subur,
    terasa rindang, dan kokoh berteduh disana, sebuah
    tempat yang sejuk dan nyaman
    Tapi Liu Yam-yo memandang pun tidak, sorot
    matanya yang panas seperti api tetap melotot pada
    wajah Tong Kwee-seng yang tidak berhenti
    mengucurkan keringat. Dia berkata dengan singkat:
    "Bicarakan disini juga bisa."
    Sambil mengangkat tangan menyeka keringat di
    muka, Tong Kwee-seng berseru dengan tertawa
    getir:
    "Kau bisa menahan tetapi aku sudah tidak tahan."
    Dia berkata sambil berjalan menuju bawah pohon
    yang rindang itu.
    "Tahan atau tidak bagimu sekarang sudah tidak
    penting lagi" dalam sinar mata Liu Yam-yo seperti
    ada kilatan api berkilau, tiba-tiba dia bergerak maju
    selangkah.
    Mendengar perkataan itu. Tong Kwee-seng terkejut,
    sambil menutarkan tubuhnya dia bertanya:
    "Apa maksud perkataanmu?" sorotan matanya yang
    dingin dan tajam seperti 2 bilah pisau runcing,
    memandang muka Liu Yam-yo yang merah.
    "Maksud perkataanku adalah..." Liu Yam-yo sengaja
    tidak meneruskan perkataannya.
    Sorotan mata Tong Kwee-seng yang memandang Liu
    Yam-yo berubah menjadi pertanyaan.
    Mendadak, Liu Yam-yo menyentak dengan suara
    keras:
    "Sebab kau sudah menjadi orang mati" belum habis
    perkataannya, tangannya bergerak, dari lambaian
    lengan bajunya, seberkas sinar merah yang
    menyilaukan mata tampak muncul dari dalam
    tangannya. Kilauan seperti api menyala menerjang
    masuk ke arah pinggang Tong Kwee-seng
    Sekejap saja sekujur tubuh Tong Kwee-seng seperti
    terbakar api, dia meloncat sekuatnya, sayang
    lompatannya tidak berhasil, dengan berat dia
    terhempas kembali ke permukaan bumi. Dan
    selamanya tidak akan bisa melompat lagi.
    Sebilah pedang pendek yang berwarna merah telah
    menancap dalam-dalam di bagian pinggang Tong
    Kwee-seng, hanya menyisakan gagang pedang
    sebesar ibu jari yang berwarna merah seperti bola
    api, yang digenggam oleh tangan kanan Liu Yam-yo.
    Darah segar segera mengalir keluar dari pinggang
    Tong Kwee-seng yang terluka, memerahkan
    sebagian besar baju panjang sutra putih yang
    dikenakannya.
    Paras muka Liu Yam-yo muncul sebuah senyuman
    yang panas seperti api, dia tidak mencabut pedang
    pendek yang terbenam di dalam tubuh Tong Kwee-
    seng, sehingga Tong Kwee-seng tidak segera
    meninggal.
    Tapi rasa sakit membuat wajah putih bersih Tong
    Kwee-seng bercucuran keringat seperti hujan, dia
    menyeringai tidak berupa lagi, tubuhnya bergoncang
    keras, dari dalam matanya menyorot sinar
    kemarahan, kebencian serta penuh ke tidak
    mengertian. Dia bertanya dengan suara parau:
    "Kenapa kau membunuhku?"
    Liu Yam-yo tidak menjawab malah balik bertanya:
    "Apakah kau sekarang merasa lebih nyaman dan
    tidak panas seperti tadi lagi?"
    Saat ini Tong Kwee-seng bukan saja tidak merasa
    panas, malahan seperti merasa kedinginan yang
    amat sangat, dia seperti terperosok ke dalam lubang
    es yang amat dingin.
    "Kenapa kau membunuhku?" Tong Kwee-seng
    mengulang lagi pertanyaan semula, tubuhnya
    bergontai hampir roboh.
    Sekujur tubuh Liu Yam-yo seperti segumpal bara api,
    dengan pedas menyentak:
    "Kau masih bisa bertanya padaku?"
    Dalam matanya terbesit rasa terkejut, mendesis
    dengan suara pelan dan getir:
    "Kau sudah tahu semuanya?"
    Sinar mata Liu Yam-yo seperti mau melumatkan
    sekujur tubuh Tong Kwee-seng menjadi abu:
    "Kau kira mampu mengelabui aku?"
    Tong Kwee-seng yang mendengar, tubuhnya
    bergetar hebat, dia mengeluh:
    "Ternyata kau selalu tidak mempercayaiku?"
    Liu Yam-yo dengan suara keras menghardik:
    "Kau kira aku bisa percaya dengan orang sepertimu?"
    Kepala Tong Kwee-seng menunduk dengan lesu.
    "Katakan Sebenarnya kau telah membocorkan
    masalah ini pada siapa saja?" Liu Yam-yo
    menggoyang sedikit tangan yang memegang tangkai
    pedang, sekujur tubuh Tong Kwee-seng menggelepar
    kesakitan, kepala yang menunduk, tiba-tiba
    mengangkat memekik dengan mata mendelik:
    "Kau kira aku akan memberitahu padamu. Tidak
    akan, selamanya tidak akan" selesai berkata, kepala
    yang mengangkat sekali lagi menunduk lemas, sosok
    tubuhnya pun melorot ke bawah pelan-pelan
    Muka Liu Yam-yo berobah, dia segera merentangkan
    tangan, menopang kepala Tong Kwee-seng, terlihat
    ujung bibir Tong Kwee-seng yang terkatup rapat
    merembes keluar sedikit darah segar.
    "Mampus kau jahanam" Liu Yam-yo mencerca sambil
    mengangkat kaki, sebuah tendangan mengenai
    tubuh Tong Kwee-seng dan terbanglah tubuhnya
    jauh kesana.
    Jasad Tong Kwee-seng menyemburkan hujan darah,
    jatuh terhempas jauh di bawah pohon besar seperti
    seonggok tanah becek.
    Liu Yam-yo menghempaskan tangan kanannya yang
    memegang pedang, bercak-bercak darah yang
    menempel pada batang pedang seperti untaian
    manik-manik rontok semua ke tanah. Tangannya
    membalik dan pedang pendeknya sudah tersimpan
    kembali di balik lengan bajunya.
    "Kau salah besar Jangan kira dengan tidak
    memberitahu, aku tidak bisa melacak" sorotan mata
    Liu Yam-yo seperti api, dengan puas menatap agak
    lama pada jasad Tong Kwee-seng yang terlentang di
    bawah pohon, dia lalu mengebutkan lengan bajunya
    dengan cepat berlalu dari tempat itu.
    Ksatria Brandalan
     
  2. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
  3. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Kdg bagian awal kurang greget... tapi begitu masuk eps 2... kdg sy dulu lupa waktu...ketagihan...gak mau berhenti kalo belum tamat
     

Share This Page