Manusia Setengah Dewa eps 1

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Feb 1, 2015.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    BU KEK SIANSU
    Asmaraman S. Kho Ping Ho
    JILID 1
    Pagi itu bukan main indahnya di dalam hutan di
    lereng Pegunungan Jeng Hoa San (Gunung
    Seribu Bunga). Matahari muda memuntahkan
    cahayanya yang kuning keemasan ke
    permukaan bumi, menghidupkan kembali rumput-
    rumput yang hampir lumpuh oleh embun,
    pohon-pohon yang lenyap ditelan kegelapan malam,
    bunga-bunga yang menderita
    semalaman oleh hawa dingin menusuk. Cahaya
    kuning emas membawa kehangatan,
    keindahan, penghidupan itu mengusir halimun tebal,
    dan halimun lari pergi dari cahaya raja kehidupan itu,
    meninggalkan butiran-butiran embun yang kini
    menjadi penghias ujung-ujung daun dan rumput
    membuat bunga-bunga yang beraneka warna itu
    seperti dara-dara muda
    jelita sehabis mandi, segar dan berseri-seri.
    Cahaya matahari yang lembut itu tertangkis oleh
    daun dan ranting pepohonan hutan yang
    rimbun, namun kelembutannya membuat cahaya itu
    dapat juga menerobos di antara celah-
    celah daun dan ranting sehingga sinar kecil
    memanjang yang tampak jelas di antara bayang-
    bayang pohon meluncur ke bawah, di sana sini
    bertemu dengan pantulan air membentuk
    warna pelangi yang amat indahnya, warna yang
    dibentuk oleh segala macam warna terutama oleh
    warna dasar merah, kuning dan biru. Indah Bagi mata
    yang bebas dari segala ikatan, keindahan itu makin
    terasa, keindahan yang baru dan yang senantiasa
    akan nampak baru
    biarpun andaikata dilihatnya setiap hari Sebelum
    cahaya pertama yang kemerahan dari
    matahari pagi tampak, keadaan sunyi senyap.
    Yang mula-mula membangunkan hutan itu adalah
    kokok ayam hutan yang pendek dan
    nyaring sekali, kokok yang tiba-tiba dan mengejutkan,
    susul menyusul dari beberapa penjuru.
    Kokok ayam jantan inilah yang menggugah para
    burung yang tadinya diselimuti kegelapan
    malam, menyembunyikan muka ke bawah selimut
    tebal dan hangat dari sayap mereka, kini
    terjadilah gerakan-gerakan hidup di setiap pohon
    besar dan terdengar kicau burung yang sahut-
    menyahut, bermacam-macam suaranya, bersaing
    indah dan ramai namun kesemuanya
    memiliki kemerduan yang khas. Sukar bagi telinga
    untuk menentukan mana yang lebih indah, karena
    suara yang bersahut-sahutan itu merupakan kesatuan
    seperangkat alat musik yang
    dibunyikan bersama. Yang ada pada telinga hanya
    indah Sukar dikatakan mana yang lebih indah, suara
    burung-burung itu sendiri ataukan keheningan kosong
    yang terdapat di antara jarak suara-suara itu.
    Anak laki-laki itu masih amat kecil. Tidak akan lebih
    dari tujuh tahun usianya. Dia berdiri seperti sebuah
    patung, berdiri di tempat datar yang agak tinggi di
    hutan Gunung Seribu Bunga itu, menghadap ke timur
    dan sudah ada setengah jam lebih dia berdiri seperti
    itu, hanya matanya saja yang bergerak-gerak, mata
    yang lebar yang penuh sinar ketajaman dan
    kelembutan, seperti biasa mata kanak-kanak yang
    hidupnya masih bebas dan bersih, namun di antara
    kedua matanya, kulit di antara alis itu agak terganggu
    oleh garis-garis lurus. Aneh melihat seorang anak kecil
    seperti itu sudah ada keriput di antara kedua alisnya
    Anak itu pakaiannya sederhana sekali, biarpun amat
    bersih seperti bersihnya tubuhnya, dari rambut sampai
    ke kuku jari tangannya yang terpelihara dan bersih,
    wajahnya biasa saja, seperti anak-anak lain dengan
    bentuk muka yang tampan, hanya matanya dan
    keriput di antara matanya
    itulah yang jarang terdapat pada anak-anak dan
    membuat dia menjadi seorang anak yang
    mudah mendatangkan kesan pada hati
    pemandangnya sebagai seorang anak yang aneh dan
    tentu memiliki sesuatu yang luar biasa.
    Sepasang mata anak itu bersinar-sinar penuh seri
    kehidupan ketika dia tadi melihat
    munculnya bola merah besar di balik puncak gunung
    sebelah timur, bola merah yang amat
    besar dan yang mula-mula merupakan pemandangan
    yang amat menarik hati, akan tetapi
    lambat laun merupakan benda yang tak kuat lagi
    mata memandangnya karena cahaya yang
    makin menguning dan berkilauan. Maka dia
    mengalihkan pandangannya, kini menikmati
    betapa cahaya yang tiada terbatas luasnya itu
    menghidupkan segala sesuatu, dari puncak
    pegunungan sampai jauh di sana, di bawah kaki
    gunung.
    Anak itu lalu menanggalkan pakaiannya, satu semi
    satu dengan gerakan sabar dan tidak
    tergesa-gesa, tanpamenengok ke kanan kiri karena
    selama ini dia tahu bahwa di pagi hari seperti itu tidak
    akan ada seorang.pun manusia kecuali dirinya sendiri
    berada di situ. Dengan telanjang bulat dia lalu
    menghampiri sebuahbatu dan duduk bersila,
    menghadap matahari.
    Duduknya tegak lurus, kedua kakinya bersilang dan
    napasnya masuk keluar dengan halus
    tanpa diatur, tanpa paksaan seperti pernapasan
    seorang bayi sedang tidur nyenyak. Sudah beberapa
    tahun dia melakukan ini setiap hari duduk sambil
    mandi cahaya matahari selama dua tiga jam sampai
    semua tubuhnya bermandi peluh dan terasa panas
    barulah dia berhenti.
    Juga di waktu malam terang bulan, dia duduk pula di
    batu itu, telanjang bulat, mandi cahaya bulan
    purnama selama tujuh malam, kadang-kadang
    sampai lupa diri dan duduk bersila
    sampai setengah tidur, dan barulah dia berhenti kalau
    tubuh sudah hampir membeku dan
    bulan sudah lenyap bersembunyi di balik pumcak
    barat. Anak yang luar biasa Memang.
    Demikian pula penduduk di sekitar Pegunungan Jeng
    Hoa San menyebutnya Sin Tong (Anak
    Ajaib), demikianlah nama anak ini yang diketahui
    orang. Anak ajaib, anak sakti dan lain-lain sebutan
    lagi. Karena semua orang menyebutnya Sin Tong dan
    memang dia sendiri tidak
    pernah mau menyatakan siapa namanya, maka anak
    itu sudah menjadi terbiasa dengan
    sebutan ini dan menganggap namanya Sin Tong
    Mengapakah orang-orang dusun, penghuni semua
    dusun di sekitar lereng dan kaki
    Pegunungan Jeng Hoa San menyebutnya anak ajaib?
    Hal ini ada sebabnya, yaitu karena anak berusia tujuh
    tahun itu pandai sekali mengobati penyakit dengan
    memberi daun-daun, buah-buah, dan akar-akar obat
    yang benar-benar manjur sekali Hampir semua
    penduduk yang
    terkena penyakit datang ke lereng Hutan Seribu
    Bunga, yaitu nama hutan di mana anak itu tinggal
    karena di antara sekalian hutan di Pegunungan Seribu
    Bunga, hutan inilah yang benar-benar tepat disebut
    Hutan Seribu Bunga denga tetumbuhan beraneka
    warna, penuh dengan
    bunga-bunga indah, terutama sekali pada musim
    semi. Dan anak ini memberi daun atau akar obat
    dengan hati terbuka, dengan hati terbuka, dengan
    tulus ikhlas, suka rela dan selalu menolak kalau diberi
    uang Maka berduyun-duyun orang dusun datang
    kepadanya dan diam-diam memujanya sebagai
    seorang anak ajaib, sebagai dewa yang menjelma
    menjadi seorang
    anak-anak yang menolong dusun-dusun itu dari
    malapetaka. Bahkan ketika terjangkit penyakit
    menular, penyakit demam hebat yang menimbulkan
    banyak korban tahun lalu, bocah ajaib
    inilah yang membasminya dengan memberi akar-akar
    tertentu yang harus diminum airnya
    setelah dimasak. Dengan akar itu, yang sakit banyak
    tertolong dan yang belum terkena
    penyakit tidak akan ketularan.
    Ketika orang-orang dusun itu, terutama yang wanita,
    datang membawa pakaian baru yang
    sudah dijahit rapi, anak itu tak dapat menolak, dan
    menyatakan terima kasihnya dengan
    butiran air mata menetes di kedua pipinya akan tetapi
    tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
    Karena jasa orang-orang dusun ini, maka anak itu
    selalu berpakaian sederhana sekali, potongan "dusun".
    Siapakah sebetulnya anak kecil ajaib yang menjadi
    penghuni Hutan Seribu Bunga seorang diri saja itu?
    Benarkah dia seorang dewa yang turun dari
    kahyangan menjadi seorang anak-anak untuk
    menolong seorang manusia, seperti kepercayaan para
    penduduk di Pegunungan Tibet sehingga banyak
    terdapat Lama yang dianggap sebagai Sang
    Budha sendiri yang "menjelma" menjadi anak-anak
    dan menjadi calon Lama.
    Sebetulnya tentu saja tidak seperti ketahyulan yang
    dipercaya oleh orang-orang yang memang suka akan
    ketahyulan dan suka akan yang ajaib-ajaib itu. Anak
    itu dahulunya adalah anak tunggal dari Keluarga Kwa
    di kota Kun-Leng, sebuah kota kecil di sebelah timur
    Pegunungan Jeng-hoa-san. Dia bernama Kwa Sin
    Liong, dan nama Sin Liong(Naga Sakti) ini diberikan
    kepadanya karena ketika mengandungnya, ibunya
    mimpi melihat seekor nama beterbangan di angkasa
    diantara awan-awan. Adapun ayah Sin Liong adalah
    seorang pedagang obat yang
    cukup kaya di kota Kun-leng.
    Akan tetapi malapetaka menimpa keluarga ini ketika
    malam hari tiga orang pencuri memasuki rumah
    mereka. Tadinya tiga orang penjahat ini hendak
    melakukan pencurian terhadap
    keluarga kaya ini,
    akan tetapi ketika mereka memasuki kamar ayah
    dan ibu Sin Liong mempergoki mereka.
    Karena khawatir dikenal, tiga orang itu lalu
    membunuh ayah-bunda Sin Liong dengan
    bacokan-bacokan golok. Ketika itu Sin Liong baru
    berusia lima tahun dan di tempat remang-remang itu
    melihat betapa ayah-bundanya dihujani bacokan
    golok dan roboh mandi darah,
    tewas tanpa sempat berteriak. Saking ngeri dan
    takutnya, Sin Liong seperti berubah menjadi gagu,
    matanya melotot dan dia tidak bisa mengeluarkan
    suara. Karena ini, tiga orang pencuri itu tidak melihat
    anak kecil di kamar yang gelap itu. Mereka terutama
    sibuk mengumpulkan barang-barang berharga dan
    mereka itu juga panik, ingin lekas-lekas pergi karena
    mereka telah terpaksa membunuh tuan dan nyonya
    rumah..Setelah para penjahat itu keluar dari
    kamar, barulah Sin Liong dapat menjerit, menjerit
    sekuat tenaganya sehingga malam hari itu terkoyak
    oleh jeritan anak ini. Para tetangga mereka terkejut
    dan semua pintu dibuka, semua laki-laki berlari keluar
    dan melihat tiga orang yang tidak dikenal keluar dari
    rumah keluarga Kwa membawa buntalan-buntalan
    besar, segera terdengar teriakan "maling…maling" dan
    orang-orang itu mengurung tiga penjahat ini.
    Beberapa orang lari memasuki rumah keluarga Kwa
    yang dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka
    melihat suami-isteri itu tewas dalam keadaan mandi
    darah, sedangkan Sin Liong
    menangisi kedua orang tuanya, memeluki mereka
    sehingga muka,tangan dan pakaian anak itu penuh
    dengan darah ayah-bundanya.
    "Pembunuh Mereka membunuh keluarga Kwa" Orang
    yang menyaksikan mayat kedua orang itu segera lari
    keluar dan berteriak-teriak
    "Manusia kejam Tangkap mereka"
    "Tidak Bunuh saja mereka"
    "Tubuh suami-istri Kwa hancur mereka cincang"
    "Bunuh"
    "Serbu..."
    Dan terjadilah pergumulan atau pertandingan yang
    berat sebelah. Tiga orang itu terpaksa melakukan
    perlawanan untuk membela diri, akan tetapi mana
    mereka itu, maling-maling
    biassa, mampu menahan serbuan puluhan bahkan
    ratusan orang yang marah dan haus
    darah?. Anak laki-laki itu, ketika pengeroyokan di luar
    rumahnya sedang
     
  2. embun88

    embun88 New Member

    Joined:
    Mar 24, 2015
    Messages:
    4
    Likes Received:
    0
    Trophy Points:
    1
    Ceritanya menegangkan bro, dijadikan komik bisa juga nih
     
Loading...

Share This Page