Pedang Penakluk Iblis - Kho Ping Hoo

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 12, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    “SINCHUN Kionghi Thiam-hok Thiam Siu Selamat
    tahun baru,
    panjang umur banyak rejeki"
    1
    Ucapan ini bergema di seluruh Tiongkok. di dusun
    dan kota, di
    mana saja manusia berada. Ucapan yang menjadi
    inti dari pada
    perayaan hari Tahun Baru yang telah menjadi tradisi
    di seluruh Tiongkok semenjak tahun diperhitungkan,
    berapa orang takkan
    gembira ria menyambut hari itu? Tidak saja sebagai
    hari pertama dari tahun yang baru, akan tetapi juga
    hari pertama dari musim semi yang gilang-gemilang,
    yang memberi harapan baik bagi semua manusia,
    baik ia pedagang, petani, maupun buruh, pendeknya
    rakyat jelata. Tanaman akan tumbuh subur, hawa
    udara segar dan bersih, pemandangan alam indah
    permai. Olch karena inilah maka upacara selamat
    menjadi Sin-chun Kionghi yang berarti Selamat
    Musim Semi Baru.
    Semua orang merayakannya. Besar kecil kaya,
    miskin mereka
    bergembira menyambut datangnya musim semi
    dengan cara dan
    kebiasaan masing-masing. Orang-orang mengadakan
    pesta, segala
    mata pertunjukan, seni budaya rakyat muncul
    meramaikan pesta
    tari-tarian, nyanyi, tari, barongsai, kilin, hong dan lain-
    lain memenuhi sepanjang jalan besar.
    Anak-anak lebih gembira lagi. Mereka pergi ke sana
    ke mari,
    menghaturkan selamat kepada keluarga dan
    tetangga yang lebih
    tua, menerima angpauw (bungkusan merah berisi
    uang atau
    hadiah) menonton pertunjukan dan di hari itu
    mereka akan terbebas daripada hukuman dan
    omelan orang tua. Di sana-sini mengebul
    asap hio mengharum, karena orang-orang pada
    mengadakan
    sembahyang untuk memperingati nenek moyang
    mereka yang telah
    meninggal dunia.
    Suara petasan menambah kegembiraan penduduk.
    Tiadi hentinya
    suara mercon ini susul-menyusul seakan-akan
    berlomba. Kadang-
    kadang kelihatan di udara meluncur roket-roket kecil
    dari kertas.
    Pendeknya, semua orang menabung setahun penuh
    untuk
    menghabiskan uang tabungannya di hari-hari tahun
    baru itu,
    berpakaian baru, makan minum sampai mabok dan
    menghamburkan uang tak mengenal sayang.
    Pada pagi hari tahun baru itu seorang laki-laki tinggi
    besar
    berwajah tampan dan gagah akan tetapi seperti
    orang yang
    menanggung banyak penderitaan batin, berusia
    kurang lebih tiga 2
    puluh lima tahun, bcrjalan perlahan-lahan memasuki
    kota Keng-sin-bun yang berada di kaki Bakit Hoa-san.
    Laki-laki yang gagah ini berjalan sambil menuntun
    seorang anak kecil berusia kurang lebih tujuh tahun.
    Pakaian mereka jauh berbeda dengan pakaian
    orang-orang yang sedang merayakan tahun baru.
    Kalau semua orang
    besar kecil memakai serba baru, adalah dua orang ini
    berpakaian amat sederhana dan sudah kotor, bahkan
    laki-laki itu sudah ada tambalan pada bajunya.
    "Gi-hu, semua orang merayakan hari musim semi,
    mengapa kita tidak?" Suara anak ini lemah lembut
    dan kata-katanya teratur rapi seperti ucapan seorang
    anak yang mempelajari bun (sastra) dan
    tata susila, akan tetapi terdengar nyaring
    bersemangat. Ia
    menyebut "gi-hu" yang berarti ayah angkat kepada
    laki-laki itu.
    Orang gagah itu memandang dan senyum sedih
    muncul di
    bibirnya.
    "Hong-ji (Anak Hong), kita sedang dalam perjalanan,
    bagaimana bisa merayakan hari tahun baru?
    Sebentar lagi kalau kita sudah sampai di tempat
    tinggal Sucouwmu (Kakek Gurumu) barulah kita
    bisa merayakan hari baik ini. Atau barang kali kau
    ingin
    merayakannya di kota ini? Kalau demikian, kita bisa
    mampir di
    rumah makan dan berpesta berdua, bagaimana
    pikiranmu?"
    Pada saat itu mereka telah memasuki kota dan
    bocah itu
    memandang ke kanan kiri dan melihat setiap rumah
    memasang
    meja sembahyang dengan segala macam masakan
    di atas meja dan
    hio mengebulkan asap harum.
    "Gi-hu aku tidak ingin makan minum, aku ingin dapat
    menyembahyangi Ayah Ibuku..." Suara anak ini
    terputus-putus dan biarpun matanya tetap bening
    dan tajam, namun suaranya
    menunjukkan bahwa ia menahan isak tangis yang
    naik mendesak
    dari dada ke lehernya.
    Mendengar ini, hati orang gagah itu merasa perih
    sekali saking terharunya. Ia menghentikan tindakan
    kakinya dan membawa anak
    itu ke pinggir jalan di mana ia berdiri sambil
    mengelus-elus kepala anak itu. Ia termenung dan
    terbayanglah semua pengalamannya.
    Laki-laki tinggi besar yang gagah perkasa ini bukan
    lain adalah Lie 3
    Bu Tek, seorang gagah yang dijuluki Hui-liong (Naga
    Terbang)
    karena kalau ia mengamuk, pedangnya berkelebatan
    laksana seekor naga terbang yang menyambar leher
    para penjahat. Adapun anak
    kecil itu sebagai-mana dapat diketahui dari cara ia
    memanggil Lie Bu Tek, adalah Wan Sin Hong anak
    angkat dari Lie Bu Tek. Kata-kata anak tadi membuat
    Lie Bu Tek termenung dan terbayang akan
    semua pengalamannya.
    "Baiklah, Hong-ji. Mari kita menyembahyangi Ayah
    Bundamu
    secara sederhana saja."
    Dengan girang dan berterima kasih Sin Hong ikut
    ayah angkatnya itu menuju ke sebuah toko yang
    menjual lilin, hio, dan segala
    keperluan sembahyang. Setelah membeli alat-alat
    untuk
    bersembahyang secukupnya, Lie Bu Tek lalu
    mengajak anak
    angkatnya pergi ke sebuali tempat yang sunyi. Di
    tempat ini Lie Bu Tek memasang alat-alat
    sembahyang, menyalakan membakar hio
    dan bersembahyanglah dua orang itu dengan cara
    masing-masing.
    Bu Tek memegang hio di tangan sambil berdiri
    seperti patung,
    bibirnya tidak bergerak, akan tetapi dua titik air mata
    yang
    menurum pipinya menyatakan bahwa hatinya amat
    terharu. Wan
    Sin Hong berlutut di depan lilin dan mulutnya
    bergerak-gerak
    mengeluarkan bisikan,
    "Ayah dan Ibu yang tak pernah kukenal, aku
    anakmu Wan Sin Hong menghaturkan hormat dan
    selamat tahun baru. Mohon restu
    Ayah Ibu agar aku kelak menjadi seorang gagah dan
    pandai seperti Gi-hu...."
    Lie Bu Tek ikut berlutut dan memeluk anak
    angkatnya itu. Entah mengapa, begitu dipeluk Sin
    Hong merasa sesuatu yang amat
    menyedihkan hatinya sehingga tak tertahankan lagi
    la menangis
    terisak-isak di dada ayah angkatnya. Sampai api hio
    habis dan lilin kecil itu padam baru mereka berdiri
    lagi.
    "Mari kita melanjutkan perjalanan, Sin Hong.
    Sucouwmu di
    Puncak Hoa san sudah menanti-nanti."
    "Apakah Sucouw sudah tahu akan kedatangan kita?"
    tanya Sin Hong.
    4
    "Tahu sih belum, akan tetapi sebagai orang tentu dia
    mengharapkan kedatangan orang-orang muda di hari
    tahun baru."
    Kembali mereka melalui jalan-jalan besar yang ramai
    sekali.
    Karena saat itu memang tiba waktunya menyalakan
    asap, hio
    mengepul memenuhi kota. Sambil berjalan di
    sebelah ayah
    angkatnya Sin Hong memandang ke kanan kin,
    melihat orang-orang yang sedang bersembahyang.
    Tiba-tiba sambil menarik-narik tangan Bu Tek, ia
    mengajukan pertanyaan,
    "Gihu biarpun aku sudah membaca dan mengerti
    tentang
    peraturan sembahyang akan tetapi maksudnya aku
    masih belum
    tahu. Mengapakah nenek moyang yang sudah mati
    disembahyangi?
    Mengapa disediakan hidangan dan masakan enak-
    enak bagi orang
    yang sudah mati? Apakah mereka itu benar-benar
    mempunyai roh,
    dan kalau benar, apakah roh-roh itu dapat datang
    untuk makan
    hidangan-hidangan itu?"
    Lie Bu Tek tersenyum dan diam-diam ia memuji
    kecerdasan otak
    anak angkatnya yang dalam usia sekecil itu sudah
    dapat
    mempergunakan pertimbangan akal budinya.
    "Tentu saja roh halus tidak bisa makan hidangan-
    hidangan itu, Hong-ji. Akan tetapi, bukan itulah
    maksud daripada
    menyembahyangi nenek moyang kita. Orang
    bersembahyang untuk
    menyatakan cinta kasih dan penghormatan, sebagai
    tanda bakti
    kepada nenek moyang, bakti yang tak kunjung
    padam, baik moyang yang masih hidup maupun
    sudah meninggal dunia. Seorang anak
    yang berbakti dan mencinta orang tuanya, tentu
    selalu akan
    membikin senang hati orang tuanya, dan jalan satu-
    satunya untuk menyenangkan hati orang tua adalah
    menjaga baik-baik nama
    keluarganya. Untuk dapat melakuan hal ini, orang itu
    harus
    berperilaku baik, karena seorang yang melakukan
    kejahatan tak
    mungkin dapat menjaga nama baik keluarga.
    Kebaktian yang
    sesungguhnya takkan lenyap bersama dengan
    matinya orang tua,
    biarpun orang tua sudah mati, tetap saja anak yang
    berbakti
    menghormat dan mencinta orang tuanya dan selalu
    ia akan
    menjaga perilaku hidupnya untuk menjaga nama
    baik orang tuanya yang sudah mati itu. Karena itulah
    maka setiap orang
    meyembahyangi nenek moyangnya, untuk
    mempertebal rasa
    5
    kebaktian ini sehingga mereka selalu takut untuk
    melakukan
    kejahatan karena tidak ingin mencemarkan nama
    orang tuanya."
    Sin Hong memang seorang anak yang cerdik luar
    biasa, maka
    kata-kata ini dapat ditangkap artinya dan ia
    mengangguk-angguk.
    "Aku pun selalu akan mengingat orang tuaku yang
    sudah mati dan mengingat kepada Gi-hu yang masih
    hidup agar selama hidup
    aku takkan melakukan perbuatan buruk yang dapat
    mencemarkan
    nama baik Ayah Bunda dan Gi-hu."
    Lie Bu Tek girang sekali dan ia mengelus-elus kepala
    anak
    angkatnya.
    "Bagus sekali prasetyamu ini, Hong-ji. Memang sudah
    menjadi kenyataan bahwa nama baik orang tua
    akan terbawa-bawa kalau
    anaknya berbuat. Bahkan nama baik orang tua yang
    sudah
    meninggal akan terseret pula karena sekali
    menyebut nama
    anaknya, berarti menyebut pula nama ayahnya.
    Sebaliknya, kalau anaknya menjadi seorang manusia
    yang berprilaku balk, nama
    ayahnya akan terangkat baik dan menjadi harum."
    Pedang Penakluk Iblis - Kho Ping Hoo
     
  2. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
Loading...

Share This Page