Pendekar Wanita Buta - Motinggo Busye - Seri Tujuh Manusia Harimau

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 12, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Semuanya di luar dugaan orang banyak, Ki Putih
    Kelabu mengirimkan undangan kepada beberapa
    orang yang disegani di Kumayan. Orang mengira,
    undangan itu adalah pemberitahuan pertunangan Ki
    Pita Loka dengan Guru Gumara.
    Nyatanya hanya sebuah undangan syukuran belaka.
    Guru Gumara juga diundang, dan dia datang
    mengenakan kemeja putih, juga terjadi hal di luar
    dugaan, karena Ki Putih Kelabu yang dikenal
    pendiam itu ternyata pandai berpidato.
    “Saya dengan segala kerendahan hati ingm
    mengingatkan lagi kepada anda, bahwa keluarga
    kami mewaris sifat pema’af. Tidak berdendam dan
    tidak menyukai permusuhan. Kami sudah berusaha
    meghindari segala pertikaian dengan siapapun.
    Karena usaha itu, anak kami Pita Loka harus
    menelan penderitaan kebutaan sebelah matanya
    yang tidak dapat dipersalahkan kepada satu orang
    pun. Saya ulangi, kami tidak menyalahkan siapa -
    siapa. Karena itu siapapun yang menganggap dirinya
    bersalah, harap lupakan seluruh kejadian sebab tidak
    satupun peristiwa yang berdiri sendiri.
    Mari kita belajar dari dalam semesta, di mana satu
    perpindahan bintang hanyalah karena mengikuti
    aturan kemestian sejak awal kejadian. Gunung yang
    meletus tidak berdaya menolak takdir, lalu lahar
    dingin seolah menganggu tanah pertanian. Tapi ini
    semua menjadi modal kesuburan anak cucu di
    kemudian hari, yang mewarisi kesuburan tanah.
    Jadi, gunung yang meletus lahar yang mengalir,
    hanyalah tunduk dengan aturan alam semesta.
    Yang senantiasa bandel itu, hanyalah kita manusia.
    Tapi tentu ada manusia yang selamat karena ikut
    dalam aturan semesta. Maka, barang siapa yang
    mencari dan mendapatkan Sufia, dialah yang
    selamat dan kebal atas keruntuhan….”
    Ki Putih Kelabu rupanya sudah mengakhiri pidatonya.
    Guru Gumara mencoba memahami kalimat terakhir
    guru yang rendah hati itu.
    Apa itu Sufia?
    Setiba di rumah, Gumara membongkar kembali Kitab
    Tujuh. Dia membaca semua huruf gundul di Kitab itu.
    Namun dia tidak menemukan perkataan Sufia.
    Gumara yakin itu sejenis ilmu. Bukan kitab.
    Dicobanya merenungi kembali ucapan Guru Putih
    Kelabu diakhir pidatonya: ”Maka, barang siapa yang
    mencari dan mendapatkan Sufia, dialah yang
    selamat dan kebal atas keruntuhan.”
    Jika Gumara membongkarnya dalam lembaran Kitab
    Tujuh, maka Pita Loka menanyakan hal itu kepada
    sang Ayah.
    “Apa itu Sufia, ayah?” tanyanya.
    “Aku pun tidak tahu. Ucapan itu Kami warisi dari
    Guru, dan Guru mewarisinya dari gurunya pula.”

    “Saya menganggapnya begitu penting. Tiap soal
    yang menarik perhatian manusia, lalu mendapatkan
    jawabannya, lantas hal itu tidak penting lagi. Ketika
    Thomas Alva Edison menemukan listrik, orang
    mempertanyakan cahaya pijar itu. Tetapi sekarang
    listrik bukan barang mewah lagi. Tapi jika ada satu
    soal seperti Sufia dipertanyakan, tapi tidak dapat
    jawaban, itu pertanda masalah itu penting dan
    bermutu tinggi.”
    Pita Loka kecewa karena ayahnya hanya berdiam
    diri. Pagi harinya, ketika Pita Loka mau berangkat ke
    sekolah, ada tamu. Tamu itu Ki Lading Ganda yang
    bartanya,”Bisakah bicara sejenak dengan Ki Guru?”
    Ki Putih Kelabu muncul dan mempersilahkan anggota
    Harimau Kumayan itu duduk di tikar permadani.
    Pita Loka kembali ke kamar, dengan maksud
    mendengar percakapan antara ayahnya dan
    sahabatnya itu.
    “Di antara kita tidak perlu ada rahasia. Coba
    terangkan padaku, apa itu Sufia?”
    “Jangan berkecil hati, Guru Lading Ganda. Saya tidak
    mengetahuinya,” jawab Ki Putih Kelabu.
    “Darimana kau perdapat kata ajaib itu?”
    “Dari Guru. Aku pernah mempertanyakannya seperti
    kau mempertanyakannya sekarang ini, padaku. Tapi
    Guru hanya menyatakan, itu beliau dengar dari
    gurunya.” ujar Ki Lading Anda pergi mencegat Ki
    Gumara yang akan berangkat mengajar di SMA.
    “Tentu anda mengetahui apa itu Sufia, Guru” ujar Ki
    Lading Ganda.
    “Maaf. Sama sekali tidak.”
    “Tampaknya itu wasiat penting. Ki Putih Kelabu tidak
    suka bicara, tapi kali ini dia bicara. Kau yang ahli
    takwil, coba terangkan padaku apa takwil ini
    semua?”
    “Jika itu yang Guru tanyakah pada saya, saya
    sekedar dapat memahami. Kira-kira sebentar lagi
    akan muncul huru-hara di Kumayan ini. Biasanya,
    hanya orang berilmu yang selamat atas huru -
    hara, karena orang berilmu pandai membaca
    keadaan. Itulah tugas kita; Membaca keadaan.
    Suasana Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode
    2
    Pendekar Wanita Buta
    Ki Lading Ganda bertanya lagi; “Huru-hara itu
    tentulah ada penyebabnya. Besar kemungkinan
    kekacauan ini mungkin datangnya dari pihak yang
    berbicara.”
    “Maksud Tuan Guru, Ki Putih Kelabu akan membalas
    padanya?”
    “Semua orang bilang, Guru Gumara yang membuat
    puterinya buta,” kata Ki Lading Ganda.
    “Ah, itu perasaan Tuan Guru saja,” ujar Guru Gumara.

    “Menurut renungan saya semalam, dia lontarkan
    perkataan Sufia itu sebagai isyarat, itulah ilmu yang
    dia miliki.”
    “Kami sudah saling bermaafan, Sebaiknya jangan
    kita perbesar lagi satu soal yang sudah diselesaikan,
    Tuan Guru. Maafkan, saya musti mengajar, dan hari
    ini saya akan mengajar Sejarah.
    Saya tidak boleh terlambat, karena kita ingin anak-
    anak muda itu mengenal disiplin,” kata Gumara.
    “Tampaknya Anda melecehkan hal penting ini, Guru
    Gumara.”
    “Begitulah penafsiran Tuan. Buat saya semua soal
    adalah penting” lalu dia salami Ki Lading Ganda
    dengan sikap hormat. Ki Lading Ganda tidak segera
    berlalu dari pekarangan rumah Guru Gumara.
    Dia hanya menatap kepergian guru SMA itu hingga
    hilang dari pandangan matanya. Kemudian dia
    mengetuk pintu rumah dan keluarlah Alif.
    “Oh, Tuan Guru. Tadi Anda bicara dengan Guru
    Gumara, bukan?”
    “Ya. Sekarang saya akan bicara dengan Alif.”
    “Apa maksud Tuan?” tanya Alif.
    Ki Lading Ganda menatap Alif. Mata guru itu begitu
    tajam, sehingga menakutkan Alif. Alif mulanya
    bengong. Tapi kemudian dia merasa pusing. Dia tak
    mampu menahan pancaran sinar mata Guru Lading
    Ganda yang seakan-akan berubah jadi mata
    harimau. Dan ketika Lading Ganda menyeringai,
    tampak oleh Alif taring-taring mengerikan. Lalu dia
    tidak sadarkan diri lagi, dalam keadaan duduk.
    Ki Lading Ganda memasuki kamar Guru Gumara. Apa
    yang dia cari, dia ketemukan seketika. Yaitu Kitab
    Tujuh, yang masih terhampar di atas sebuah meja
    yang terbuat dari bekas kotak sabun.
    Sebagai murid yang tekun dari zaman silam, Ki
    Lading Ganda tidak mendapatkan kesulitan
    membaca semua huruf gundul dalam kitab itu. Dia
    telah menamatkan bacaan di Kitab Pertama.
    Tapi ketika membaca Kitab Kedua, susunan
    kalimatnya tidak ada hubungannya dengan Kitab
    Pertama. Hal inilah yang membuatnya bingung. Kunci
    membaca urutan Kitab itulah yang tidak
    diketahuinya. Sebab dalam kunci kitab yang tujuh
    itu, justru seorang yang membacanya harus dimulai
    dari Kitab Tujuh. Baru kemudian Kitab Pertama.
    Kemudian urutan ketiga adalah membaca Kitab
    Enam. Selanjutnya baru membaca Kitab Dua. Setelah
    itu baru membaca Kitab Lima.
    Berikutnya membaca Kitab Tiga, Sedangkan Kitab
    Empat adalah mata pelajaran terakhir.
    Biarpun bingung, Ki Lading Ganda sudah cukup puas
    sudah menamatkan membaca Kitab Pertama buku
    itu. Seluruh isi Kitab Pertama pun sudah diketahui
    kuncinya oleh Ki Lading Ganda. Karena ada kalimat di
    pertengahan buku itu, yang tidak ada hubungan
    dengan kalimat sebelum maupun kalimat
    sesudahnya.
    “Sesungguhnya ada sesuatu di Lembah Suliram,”
    bunyi kalimat itu, Sebagai bekas murid dari guru
    yang tekun, Ki Lading Ganda mengetahui, bahwa
    kalimat itulah kuncinya, suatu perintah untuk pergi
    ke Lembah Suliram.
    Segera Ki Lading Ganda keluar. Dia duduk kembali
    menghadapi Alif. Disapunya wajah Alif dengan
    telapak tangannya dengan sapuan lembut. Lalu Alif
    sadarkan diri, tak menyadari bahwa dia sudah dalam
    keadaan tak sadar selama satu jam,
    Pendekar Wanita Buta - Motinggo Busye - Seri Tujuh Manusia Harimau
     
  2. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
  3. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
Loading...

Share This Page