Kehidupan jalanan adalah sebuah kehidupan yang keras. Butuh kucuran keringat untuk mendapatkan uang demi mengganjal perut keroncongan. Mungkin sering kita melihat banyak anak jalanan yang bergelut dengan kegetiran kehidupan di luar sana. Sungguh ironi yang menyayat-nyayat hati ketika anak-anak seumuran mereka harus berjibaku dengan kerasnya kehidupan jalanan. Harusnya hari-hari mereka diisi dengan bersekolah dan bermain dengan teman sebayanya. Tapi apa daya, ternyata takdir berkata lain. Ini adalah puisi yang saya ciptakan dimana puisi ini tercipta dari rasa keprihatinan saya terhadap kehidupan anak jalanan. Di pangkuan purnama yang memucat aku didekap senyap. Merayap-rayap kesunyian membelaiku. Suara binatang malam pun mengolok-olokku dengan ocehan tololnya. Hingga aku dan orang-orang sekaumku Melapuk dalam keadaan busuk ini Tak cukup itu, Lemah kami memapah resah yang membuncah hingga emosi membakar kesabaran kami Dan aku juga orang-orang sebangsaku menggila dalam ketidakpastian makna sebuah keadilan Inilah aku bangkai yang setengah hidup menghirup bau busuk bangkai-bangkai orang-orang sekaumku. Yang tengah hidup di ambang kemusnahan moral, berdiri di atas duri-duri kecongkakkan orang-orang besar, dibiarkan dalam comberan kefakiran yang semakin edan diterlantarkan di jalanan, tidur di emperan pertokoan dan sebagian di bawah naungan kolong jembatan Inilah senandungku dan orang sekaumku yang berbaju lusuh, tubuh dekil pakaian compang-camping pincang berjalan menyelusuri jalan mengais recehan demi sesuap makan digilas roda-roda kezaliman. Karena kami adalah Anak Jalanan. Oh Tuhanku Hari-hariku tak seindah hari-hari bidadari yang menjual harga diri pagi-pagiku tak sesejuk pagi-pagi pejabat-pejabat tinggi berkorupsi siang-siangku tak secerah siang-siang orang-orang berkecukupan dan malam-malamku tak segemerlap malam-malam pegawai kantoran. Lalu apa yang kami dapat? Yang kami dapat hanya harap-harap terlelap dalam pekat yang tertidur pulas entah sampai kapan, mungkin sampai kami menemui indah kematian!!! Bertahun-tahun senandung kami tak terdengar parau senandung ini ditelan janji-janji tak tertepati. Ilusi janji-janji untuk membeli suara Kami Arrghhh sudahlah.. Ini hanyalah bualanku dan orang-orang sekaumku. Sebatas senandung yang tak semerdu kicauan burung terkungkung dalam murung yang tiada berujung Yogya, 25 Februari 2014 Dhedi R Ghazali