wiro sableng 04. Keris Tumbal Wilayuda

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Jan 2, 2015.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Cuplikan :

    Hampir tak kelihatan Pendekar 212 telah
    gerakkan tangan dan lemparkan bintang 212 ke
    arah perwira pemberontak yang sedang bicara itu.
    Maka "heggg,” terdengarlah suara tercekik
    dari rangkungan si perwira ketika senjata rahasia 212
    dengan tepatnya masuk ke dalam mulut.
    Senjata rahasia itu lenyap dan darah segera muncrat
    ke luar dari mulut sang perwira. Nasibnya
    kemudian tidak beda dengan nasib bawahannya yang
    terdahulu
    Sultan Hasanuddin segera dekati Pendekar 212.
    "Saudara, kau telah tolong. Aku…”
    Pendekar 212 memberi isyarat. Dia melangkah cepat
    dan membungkuk di hadapan
    Mangkubumi Mintra. Ternyata orang tua itu masih
    bernafas satu-satu. Mulutnya bergerak-gerak.
    "Sultan… mungkin dia mau bicara padamu,” memberi
    tahu Pendekar 212 atau Wiro
    Sableng. Mendengar itu Sultan Hasanuddin segera
    pula berlutut di samping tubuh si orang tua
    Mangkubumi Mintra dengan sisa-sisa tenaga yang ada
    buka kedua matanya yang berbinar-binar.
    Bila pandangannya menyentuh paras Sultan
    Hasanuddin maka tersenyumlah dia.
    "Sultan, kau tak apa-apa...?"
    "Tidak bapak…". Sultan membelai rambut orang tua itu
    dan menyeka keringat di
    keningnya. Keringat dan kening itu sangat dingin
    seperti es.
    "Syukurlah..," desis Mangkubumi Mintra. "Aku yakin di
    bawahmu Kerajaan Banten
    yang syah akan bisa ditegakkan kembali…"
    Sultan Hasanuddin mengangguk. Dia hendak
    mengatakan sesuatu tapi tak jadi karena
    dilihatnya orang tua itu memalingkan kepalanya
    kepada pemuda yang telah menolongnya.
    "Pendekar muda... aku gembira kau datang. Lebih
    gembira lagi karena kau telah berhasil
    menyelamatkan Sultan. Tuhan kelak akan membalas
    jasamu yang besar ini...” Orang tua itu
    terhenti bicaranya sejenak. Agaknya dia tengah
    mengumpulkan tenaga baru dari sisa-sisa
    tenaganya yang terakhir. Lalu mulutnya terbuka
    kembali.
    "Yang pasti adalah, bila takhta Banten telah kembali
    pada pemiliknya yang syah, maka
    Kerajaan dan rakyat Banten tak akan melupakan
    pertolongan atau jasamu ini...”
    Pendekar 212 coba tersenyum. Dia tahu bahwa
    keadaan orang tua itu tak mungkin lagi
    untuk ditolong. Maka berkatalah dia. "Menyesal orang
    tua, aku tak bisa berbuat sesuatu apa
    dengan lukamu…”
    "Ah diriku yang sudah rongsokan ini tak perlu diambil
    peduli. Aku gembira menemui
    kematian dengan cara begini rupa… Gembira karena
    di saat menjelang kematian ini aku telah
    dapat melihat sinar terang bahwa Banten pasti akan
    kembali kepada pewarisnya yang syah…"
    Mangkubumi memutar matanya pada Sultan
    Hasanuddin. Mulutnya terbuka untuk
    mengatakan sesuatu namun malaekat maut meminta
    nyawanya lebih dahulu.
    Link pdf Download
     
Loading...

Share This Page